SAYA ingin berterima kasih kepada Terima Kasih. Ya, terima kasih, Terima Kasih. Saya ucapkan saja begitu. Kenapa saya harus berterima kasih padanya? Karena berkat dialah, maka saya bisa berterima kasih kepada siapa saja yang berhak saya berikan Terima Kasih. Coba bayangkan kalau tidak ada Terima Kasih, bagaimana kita bisa berterima kasih? Memang, kita bisa berterima kasih dengan cara membalas kebaikan orang yang menolong kita. Namanya berterima kasih dengan perbuatan.
Memang, bisa saja begitu. Tapi, lihatlah, tetap saja itu namanya: berterima kasih. Tetap saja kita harus berterima kasih kepada kata itu, bukan?
Coba ingat-ingat lagi, berapa kali kita berhutang budi pada kata Terima Kasih. Berapa kali sudah sepanjang hidup kita ini kita mengucapkan terima kasih kepada orang yang menolong kita, orang yang menyelematkan kita, orang yang mengingatkan kita, orang yang menyiapkan baju dan sepatu kita, orang yang mencintai kita? Tapi pernah kita kita berterima kasih kepada Terima Kasih? Mungkin tidak pernah, dan mungkin terpikir pun tidak. Karena itulah saya ingin berterima kasih kepadanya.
Sebenarnya siapakah yang pertama kali mengucapkan terima kasih itu? Saya pun tak tahulah. Saya ada menemukan kata itu dengan cara mengucapkan yang berbeda dengan cara kita mengucapkannya kini. Saya menemukan itu dalam beberapa surat Raja Ali Haji ibni Raja Ahmad Riau kepada sahabatnya Von de Wall, yang nama selengkapnya adalah Herman Theodor Friedrich Karl Emil Wilhem August Casimir von de Wall.
Misalnya surat bertanggal 9 Januari 1858. Raja Ali Haji menulis kepada sahabatnya itu: Bahwa sesungguhnya kita menerima kasihlah kepada sahabat kita dengan beberapa banyak serta beberapa kali. Kita menyusahkan sahabat kita dengan beberapa kali hajat, padahal sahabat kita sabar serta disampaikan hajat kita.
Juga pada surat yang lain di tahun yang sama, di bulan November/Desember: Kemudian kita menerima kasihlah yang amat banyak kepada sahabat kita yang sebenarnya tolan kita, yang boleh menerangkan kebenaran kita, serta lepaslah keaiban kita dan kemaluan kita.
Raja Ali Haji tidak menuliskan pernyataan telah menerima kasih dari sahabatnya itu di semua suratnya. Dia hanya mengucapkan itu apabila ia ada menerima sesuatu yang bisa ia padankan dengan kasih yang ia terima dari si pemberi. Dan pernyataan itu selalunya diucapkan di awal surat. Sejak kapan pernyataan menerima kasih itu berubah menjadi ucapan Terima Kasih? Kapan waktu akan saya telusurilah jejaknya. Saat ini saya hanya ingin berterima kasih kepada Terima Kasih, karena darinya saya telah menerima kasih yang tak tergantikan. Terima kasih, Terima Kasih.
* Bacaan: Dalam Berkekalan Persahabatan, Surat-surat Raja Ali Haji kepada Von De Wall, oleh Jan van der Putten dan Al Azhar, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2007.