Wednesday, May 2, 2007

[Ruang Renung # 199] Lima Fatsal Afrizal



Afrizal Malna

DI buku "Dalam Rahim Ibuku Tak Ada Anjing" (Bentang Budaya, Cetakan I, 2002) Afrizal Malna mengumumkan semacam kredo, semacam sikap dan pandangannya terhadap kata dan puisi. Saya kira ini salah satu kredo terbaik dalam khazanah perpuisian Indonesia. Kredo itu berjudul "Rumah Kata". Saya sarikan sikap Afrizal itu kedalam lima pasal berikut ini, sambil saya tambahkan penjelasan yang merupakan upaya saya menafsirkan dengan daya tafsir saya yang terbatas ini.

Pasal 1. Kata seperti sebuah rumah, memiliki ruang luar dan ruang dalam, ruang depan dan ruang belakang. Kata adalah representasi eksistensi ruang dalam pemahaman manusia di bidang bahasa.
Penjelasan: Ruang dalam adalah ruang pribadi, ruang luar adalah ruang publik. Ruang dalam dibangun sendiri dengan pengertian yang bebas. Ruang luar terbangun bersama sehingga di ruang itu pengertian kata dipahami oleh semua orang yang bersama-sama berada ruang luar itu, tanpa merusak ruang dalam yang terbangun di dalam diri masing-masing.


Pasal 2. Ruang luar kata adalah konvensi komunikasi yang berlangsung dalam wilayah publik. Berbagai pernik-pernik komunikasi saling berhubungan dalam ruang ini.
Penjelasan: Bila disebut kata "rumah", maka di ruang luar kata itu yang terlihat adalah rumah dalam pengertian umum. Rumah yang dimengerti bersama oleh orang-orang yang berada di ruang luar kata yang sama. Padahal orang-orang itu menyimpan pengertian kata rumah yang berbeda yang mereka bangun di ruang dalam masing-masing itu.


Pasal 3. Ruang dalam kata seperti rumah kita yang terlindungi dari dunia luar. Sebuah kebebasan yang bekerja dan bertindak dalam ruang terbatas.
Penjelasan: Rumah bagi A, bisa jadi adalah rumah sederhana yang pernah ia tempati, yang harus ia tinggalkan karena ada trauma yang mengusirnya jauh dari rumah itu. Rumah bagi B, adalah rumah yang berat ia tinggalkan karena rumah itu selalu membuatnya nyaman. Rumah bagi A dan B yang berbeda itu tersimpan di dalam ruang dalam kata itu yang mereka bangun sendiri.


Pasal 4. Puisi sebenarnya produk dari ruang dalam kata, lalu mencoba keluar menemui publik tapi ia tidak mau tunduk pada konvensi hubungan-hubungan publik di ruang luar itu.
Penjelasan: Karena itulah puisi itu personal sekali. Orang yang merasa nyaman berada di ruang luar alias ruang bersama punya dua pilihan. Ketika melongok ke puisi - jendela yang membuka ruang dalam itu: Pertama, orang bisa tidak betah karena aneh melihat ruang kata yang berbeda dari ruang luar tempat ia biasa berada dan berbeda pula dengan ruang dalam kata yang ada dalam dirinya; Kedua, orang menjadi sangat tertarik karena ruang dalam yang ia longok di jendela puisi itu ternyata banyak serupanya dengan ruang dalam yang ia simpan yang diam-diam ia rahasiakan.


Pasal 5. Puisi sesungguhnya mencoba merajut kembali hubungan antara ruang luar dan ruang dalam sebagai representasi pembagian kerja kebudayaan dan peradaban.
Penjelasan: Ada ketegangan antara ruang luar dan ruang dalam kata. Ruang luar kata bisa jatuh menjadi membosankan. Ruang dalam kata sesekali harus dibuka dan diajak keluar agar ketegangan itu mencair dan ruang luar kata disegarkan kembali oleh kehadiran ruang dalam.