Sunday, January 7, 2007

Nyanyian Nelayan

/1/
JARING yang tua senantiasa dijawab koyaknya
Perahu yang renta senantiasa disimpan bocornya
Layar yang rapuh senantiasa dipejam robeknya

MUSIM belum juga bisa ditebak sedang mengandung apa.

ITU sebabnya, aku yang nelayan ini bersiul saja, mengadu
mana yang lebih bisa diduga: berapa tabahkah laut?
Atau setinggi apa ombak bergantung di langit hatinya?


/2/
SEBAB laut masih setia menyingkapkan subuhnya
ke hangat tubuhku, nelayan yang tak takluk dibujuk sejuk.

EMBUN menggelayuti udara. Yang terlepas pegang,
menyentuh ombak dan segera memercik lagi ditepis
sirip sayap ikan pari. Burung laut memekik, menukik:
di cakarnya, seekor sembilang tercekik. Lumayan,
untuk makan pagi ini, bekal berburu sepanjang hari.

WALAU musim belum juga bisa disebut, bernama apa.

/3/
BERUMAH di sepanjang tepi handil, berdermaga di muara,
akulah nelayan yang menyimpan tembuni di tubuh lautan:

"Sejak bayi, kau telah kurendam di dalam asin garam."
Di seludang ombak, aku simak napas udang dan belanak.

BERUMAH di sepanjang damai pesisir, bertambat di pasir,
tapi akulah nelayan yang berulang menguji tabah kayuh,
akulah nelayan yang rindu pulang ke ketat peluk laut jauh.

MESKI musim yang dekat belum juga bisa dimengerti
hendak mempersembahkan apa.

/4/
KENAPA setiap subuh perahumu bertolak, lekas melepas
nyenyak? Karena aku nelayan, karena aku pemetik ombak.

DI pantai, kembang gelombang ketemu maut, lepas tangkai laut.

KAU tahu betapa segar ombak yang pertama kali mekar?
Kau tahu betapa wangi percik serbuk sari: seribu cumi-cumi?

/5/
DAN musim belum juga bisa ditebak, akan melahirkan siapa.
Atau menjemput siapa?

Tiba-tiba dia rindu sekali bertemu dengan angin yang dulu
menggendongnya ke langit layang-layangnya.