Fragmen
Sajak Chairil Anwar
Tiada lagi yang akan diperikan? Kuburlah semua ihwal,
Duduklah diri beristirahat, tahanlah dada yang menyesak
Lihat ke luar, hitung-pisah warna yang bermain di jendela
Atau nikmatkan lagi lukisan-lukisan di dinding pemberian
teman-teman kita,
atau kita omongkan Ivy yang ditinggalkan suaminya,
jatuhnya pulau Okinawa. Atau berdiam saja
Kita saksikan hari jadi cerah, jadi mendung,
Mega dikemudikan angin
-----Tidak, tidak, tidak sama dengan angin ikutan kita ....
Melupakan dan mengenang -----
Kau asing, aku asing,
Dipertemukan oleh jalan yang tidak pernah bersilang
Kau menatap, aku menatap
Kebuntuan rahasia yang kita bawa masing-masing
Kau pernah melihat pantai, melihat laut, melihat gunung?
Lupa diri terlambung tinggi?
Dan juga
diangkat dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain
mengungsi dari kota satu ke kota lain? Aku
sekarang jalan dengan 11/12 rabu.
Dan
pernah percaya pada kemutlakan soal....
Tapi adakah ini kata-kata untuk mengangkat tabir pertemuan
memperlekas datang siang? Adakah ----
Mari cintaku
Demi Allah, kita jejakkan kaki di bumi pedat,
Bercerita tentang raja-raja yang mati dibunuh rakyat;
Papar-jemur kalbu, terangkan jalan darah kita
Hitung dengan teliti kekalahan, hitung dengan teliti kemenangan.
Aku sudah saksikan
Senja kekecawaan dan putus asa yang bikin Tuhan juga turut tersedu
membekukan berpuluh nabi, hilang mimpi dalam kuburnya.
Sekali kukegenggam Waktu, Keluasan di tangan lain
Tapi kucampurbaurkan hingga hilang tuju.
Aku bisa nikmatkan perempuan luar batasnya, cuma matanya,
kuyup rambutnya,
isap dadanya jadi gersang.
Kau cintaku -----
Melenggang diselubungi kabut dan caya, benda yang tidak menyata,
Tukang tadah segala yang kurampas, kaki tangan tuhan ----
Berceritalah cintaku bukakan tubuhmu di atas sofa ini
Mengapa kau selalu berangkat dari kelam ke kelam
dari kecemasan sampai ke-istirahat-dalam-kecemasan;
cerita surya berhawa pahit. Kita bercerai begini -----
Tapi sudah tiba waktu pergi, dan aku akan pergi
Dan apa yang kita pikirkan, lupakan, kenangkan, rahsiakan
Yang bukan-penyair tidak ambil bagian.
Siasat, 26 April 1953
* Dari buku Surat-Surat Kepercayaan, Asrul Sani, Pustaka Jaya, Jakarta.
Catatan:
Saya sedang sangat sangat suka dengan sajak di atas. Baris terakhir itu terkenal sekali. Yang bukan-penyair tidak ambil bagian.Dipertemukan oleh jalan yang tidak pernah bersilang. Mega dikemudikan angin. Tuhan juga turut tersedu. Surya berhawa pahit.
Saya sedang sangat suka dengan sajak ini. Dan akan tetap suka. []