LAMA juga dia tidak ngobrol dengan teman lamanya itu.
Sering bertemu tapi mereka sok banyak kesibukan, tak
pernah sempat bertukar teguran atau berbagi sapaan.
"DIMANA ya dulu kita berkenalan?" Waktu SMA, bukan?
"Ya, aku tertarik dengan bodimu yang ceking". Ah, kamu
pun dulu tak segembrot sekarang, alias kerempeng kering.
WAKTU kuliah, mereka masih suka ngumpul di kos-kosan,
bersama kopi dan mi instan, mengetik laporan atau ngebut
menyiapkan pelajaran buat besok menghadapi ujian.
SETELAH tua, katanya dia makin sadar kesehatan. Temannya
yang ceking itu mulai dia lupakan. Sampai akhirnya bertemu
di suatu pagi. "Kabarnya kamu sekarang suka bikin puisi ya?
Buatkanlah puisi untuk mantan sahabatmu ini..." si ceking
berbasa-basi. Baiklah, katanya, tapi saya tidak bisa berjanji.
SI Ceking pun pamitan. "Sampai jumpa di lain iklan." Lalu
melangkah ringan sekali. Ia sebul-sebulkan asapnya sendiri,
dia jentik-jentikkan abunya sendiri, menyanyikan lagu abadi,
"Peringatan pemerintah, merokok bisa menyebabkan......"
SI Tukang Puisi tiba-tiba merasa kangen sekali dengan teman
lamanya itu. "Mati bisa kapan saja, sebabnya pun bisa apa
saja," katanya. Ah, Si Ceking yang tak akan pernah kesepian.
si Ceking yang punya banyak teman itu semakin mahsyur saja.