Saya Bercukur Sebelum Sekolah
BESOK saya sekolah. Tadi saya dibawa ayah ke tukang
cukur. Saya harus bercukur. Rambut saya harus rapi.
Supaya otak saya tidak acak-acakan. Supaya mudah
menerima pelajaran. Di sekolah, saya dapat pelajaran
membaca, menulis dan berhitung. Tukang cukur bertanya
apakah saya mulai masuk sekolah? Ayah saya menjawab:
"Ya. Supaya jadi anak yang pintar." Tukang cukur itu
bertanya juga tentang cita-cita saya. Saya tak tahu
apakah cita-cita itu, walau pun seandainya saya tahu
apakah cita-cita itu, saya juga tidak tahu apakah cita-cita
saya. Sama seperti anak-anak lain di kampung saya.
SAYA hanya ingin bisa membaca, berhitung dan menulis.
Supaya hidup kami tidak acak-acakan. Sekolah itu seperti
bercukur. Banyak anak-anak yang juga dibawa oleh ayahnya
untuk bercukur. Mereka besok juga sekolah. Mereka akan
jadi teman sekolah saya. Tukang cukur mencukur rambut
kami dengan model yang sama. Semua ayah punya
keinginan yang sama. Mereka ingin anak-anaknya jadi
anak yang pintar. Apakah sekolah membuat kami nanti
menjadi manusia yang punya fikiran yang sama? Ada
seorang lelaki menunggu giliran juga. Bapak bilang itu
guru yang nanti mengajar saya. Waktu dia dicukur saya
lihat tukung cukur juga mencukur rambutnya dengan
model yang sama dengan model rambut saya.