Monday, August 8, 2005

[Ruang Renung 122] Mimpi Bahasa

SAYA mulai mengangguk pada apa yang disebut oleh penyair Amerika Adriene Rich (lahir 1929) bahwa puisi adalah mimpi bahasa. Katanya:

yang tinggal di ruang ini, tak seorang pun
yang tidak mempertentangkan putihnya dinding
di belakang puisi, papan penanda buku,
dan foto-foto pahlawan mangkat...
yang tidak merenungkan masa lalu dan kemudian
kebenaran alami dari puisi. Menghela
pada keterhubungan. Mimpi dari bahasa yang biasa...


DAN saya sadar anggukan itu berisiko. Tetapi paling tidak saya tidak perlu risau ketika berselang masa belum juga menuliskan sebait pun puisi. Bukankah kita tidak harus selalu bermimpi? Risikonya adalah kelak akan ada tuduhan bahwa penyair adalah seorang pemimpi belaka. Tetapi, apa salahnya sebuah mimpi? Apa salahnya memuliakan mimpi? Memuliakan puisi? Tanpa mimpi pun tidur sudah amat bermanfaat untuk menenteramkan. Tanpa puisimu bahasa tetaplah sebuah bahasa.

SAYA ingin selalu bermimpi,
tetapi saya bukan pemimpi.
Saya rindu mimpi,
karena itu saya menikmati
setiap tidur saya. [hah]