Friday, August 26, 2005

Jam Dinding Hadiah Darimu
Sajak Hasan Aspahani


hidup itu memang tak pernah murah, aku tak
pernah punya rumah, kecuali waktu yang marah

selalu marah, aku belajar untuk jadi sabar,
juga ketika kau memberi jam dinding kamar,
"supaya tidurmu didatangi mimpi besar!"

padahal aku tak punya rumah apalagi kamar,
maka kutitipkan saja hadiahmu itu pada
Pak Tua penjaga kamar rumah penitipan mayat,
aku percaya dia orang yang sangat tahu waktu.

"Aku mau pergi memancing. Ikan besarku pasti
sedang menunggu, entah di samudera mana itu.
Kalau mati kuburkan saja bersama batereinya,"
kataku berpesan. Singkat. Seperti wasiat.
"Di batu nisannya tuliskan kata-kata: di sini
terbaring pengembara tak pernah ke mana-mana..."

bertahun kemudian aku kembali. maksudku ingin
menziarahi kuburan jam hadiah darimu. Tapi
di rumah penitipan mayat itu detaknya masih
keras menumbuk dadaku. Jarumnya tajam, berputar makin
laju. Aku melihat ada bangkai ikan besarku
tertusuk di situ. O, ingin sekali aku....


Batam, 26 Agustus 2005


----------

JAM DINDING PADA DINDING DI DADAKU
Sajak Anggoro Saronto


jam dinding pada dinding di dadaku, telah lama mati

bukankah engkau adalah baterai yang dicuri waktu, energi itu habis
elakmu kala itu

dan waktu yang berhenti, membuat aku leluasa menjelajah hari

tak ada jam makan siang, atau saat rebah malam

tak ada rindu yang perlu kutunggu, atau kuragu

bukankah itu semu? ah, bukankah hidup itu kesemuan, karena

hanya ada satu kepastian dalam kehidupan, seperti kesabaran
tidak pernah berbatas, bagi mereka yang tahu. bagi mereka yang tahu.


26 agustus 2005

-------------

Jam Dinding di Kepalaku
Sajak Yono Aljibsail Wardito


Jam dinding itu masih menggelantung dikepalaku. Sebuah hadiah besar
tabulasi episode masa lalu.Tak kuingin tahu seberapa ingin engkau
mengetahui,Ketika aku disini, menjawab percarianmu; "Aku baik-baik
saja,Sayang. Dan sebuah kebinalan bermain ditelingaku!"

Kemudian hari itu juga aku melepaskan baterai dari dalam jam
dinding
itu,Jarumnya berhenti,namun detaknya masih kencang dikepalaku. Aku
bergegas melarikannya kepada seorang ahli perbaikan jam, lalu dia
menggantikannya dengan sebuah kail tua. Aku pikir dia sedang
bercanda;
sebuah hadiah besar ditukar dengan pemainan usang!

Tapi dia memberikan jawaban kepadaku; selayaknya aku terus bermain
saja, dan jam dinding itu tak perlu gelantungkan dikepalaku.

"Ternyata,jam dinding itu sudah bersarang di dalam otak sebelah
kiri kepalamu", katanya.

Sedalamdalam aku menghela nafas, hanya engkau yang kubisiki; jam
dinding itu masih kepalaku.