Tuesday, August 23, 2005

Bejana Rapuh

Syair Jalaluddin Rumi

Matsnawi V; 1884-1920; 1959-64
Poetic version by Coleman Barks
"The Essential Rumi"
HarperSanFrancisco, 1995



Beri aku mulut senganga langit itu
agar bisa kusebutkan hakikat Dia Sesungguhnya,
bahasa yang seluas dendam rindu.

Bejana rapuh di dalam tubuhku sering kali pecah.
Pun ketika aku mabuk dan menghilang tiga hari
setiap bulan ketika purnama rembulan.

Untuk siapa saja yang mencintamu, hari-hari
selalu saja seperti hari tak kasat mata ini.

Aku kehilangan alur kisah yang kuceritakan.
Gajahku menjelajahi mimpinya lagi, di Hindustan.
Narasi, puisi, hancur, tubuhku,
sebuah kehilangan, sebuah kepulangan.

Sahabat, aku menyusut sehelai rambut mencoba menyebutkan kisahmu.
Maukah kau menceritakan kisah untukku?
Sudah kukarang banyak kisah kasih.
Kini aku ingin kisah rekaan.
Beri tahu aku!
Kebenaran adalah, kau bicara, bukan aku.
Akulah Sinai, dan engkaulah Musa yang melangkah.
Puisi ini adalah gema apa yang kau kata.
Sebentang pulau tak bisa bicara, tak tahu apa-apa!
Kalau pun ia bisa, ah alangkah terbatasnya.

Tubuh adalah sebuah perangkat menghitung
astronomi jiwa.
Lihatlah langit dengan astrolabium itu
dan jadilah penghuni samudera.

Kenapa percakapan ini mengacaukan pikiran?
Bukan salahku, bila aku meracau kalimat.
Kau juga bertingkah sama.
kau akuikah kegilaan-cintaku?

Katakan saja, ya!
Dalam bahasa apa kau ingin menyebutnya? Arab?
Ataukah Persia? Atau bahasa apa? Sekali lagi,
Aku mesti diikat ketat.
Bawa kemari temali ikal dari rambutmu.

Nah, kini aku ingat lagi kisah itu.
Manusia Sesungguhnya memandangi sepatu tua
dan jaket kulit domba. Setiap hari
dia naik ke loteng rumahnya dan melihat
sepatu kerja dan jubah lusuh.
Inilah kebijakannya, mengingat liat yang hakikat.
Dan tak meneguk mabuk ego dan kesombongan.

Melihat lagi pada sepatu koyak dan jubah lusuh
adalah doa, adalah ibadah.

Kerja Yang Maha Mutlak, adalah kerja tanpa apa-apa.
Bangsal dan bahan bakunya
adalah apa yang tidak ada.

Cobalah jadikan dirimu selembar kertas tanpa coret apa-apa.
Jadilah sebuah titik di bumi yang tak ditumbuhi apa-apa,
titik yang mungkin saja ada yang bisa ditanam di sana,
mungkin saja itu benih, dari Yang Maha Mutlak.