: Teror 9/9
Rasanya pernah kulihat mobil boks itu lewat,
di depan kantor polisi, waktu aku lagi ngurus SIM
yang sudah lama mati. "Lihat, teroris lewat!" begitu
kalimat yang tak sengaja saja kusebut. "Oh, mereka mau
ngopi sama polisi," sahut orang di sebelahku, dia yang
lagi lapor kehilangan KTP. "Tenang, Pak. Situasi
menjelang pemilihan presiden sedang aman terkendali,"
kata Mas Polisi, mengutip kata-kata yang nyaris basi.
Sepertinya pernah kulihat mobil boks itu lewat,
di depan pusat perbelanjaan. Aku waktu itu sedang
mencari bacaan. Eh, malah beli puzzle alias permainan
susun ulang, bergambar 2.000 potongan tubuh.
"Lumayan, buat tebak-tebakan di pos perondaan,
daripada teledor kecolongan," kataku waktu
membayar ke kasir yang menghitung harga
dan uang kembalian, sambil kelupaan memberikan
senyuman. Kasihan. Keletihan.
Kayaknya pernah kulihat mobil boks itu lewat,
di sebuah kos-kosan. "Ngangkut apa, Mas Teroris?"
kataku bertanya sekenanya. "Ini sulfur dan TNT.
Buat bikin ledakan, di kantor kedutaan. Tapi,
jangan bilang-bilang, ya. Nanti nggak lagi jadi kejutan,"
ujar Mas Supir sambil menurunkan barang belanjaan.
Lalu, sumpah mampus! Aku sekarang tak ingin
melihat mobil boks itu lagi. Aku ingin situasi yang
aman dan terkendali bukan lagi basa-basi. Aku tak
ingin main tebak-tebakan. Aku tak ingin kejutan.
Tolong. Aku tak main-main, kuminta hentikan
main-main kalian. Bercanda kalian. Keterlaluan kalian.