Wednesday, October 12, 2011

[kolom] Visi dan Misi yang Mubazir

ADA sebuah rumah sakit dengan visi begini: menjadi rumah sakit pilihan dengan perhatian penuh pada kepedulian dan keunggulan. Saya menjadi pasien di situ, setelah kecewa dengan beberapa rumah sakit sebelumnya.

Rumah sakit yang hendak saya ceritakan ini menurut saya benar-benar mewujudkan visi dan misinya dalam praktek melayani pasiennya. Maka saya tak heran jika kisah-kisah pasien seruang perawatan inap dengan saya adalah kisah tentang kepuasan dan pujian yang tak berlebihan.

Ketika kita memilih sebuah rumah sakit, pedulikah kita pada visi dan misinya? Apakah kita membaca visi dan misi meskipun itu ada terpampang besar di dinding koridornya? Saya kira kebanyakan dari kita menjawab tidak.


Tapi di rumah sakit yang saya ceritakan ini, sambil berbaring setelah operasi batu ginjal, saya jadi amat tertarik membaca visi dan misinya di brosur yang diberikan kepada saya sebagai pasien. Di brosur itu juga tercantum hak-hak saya sebagai pasien juga kewajiban saya. Perawat juga menjelaskan hal itu dengan ringkas. Segala peraturan itu kembali ke saya, yaitu agar proses perawatan berjalan lancar. Maka, misi pertama sudah diwujudkan oleh pihak rumah sakit tersebut: Kepada Pasien, Perawatan Kesehatan yang Berkualitas.

Di rumah sakit sebelumnya - yang saya tak pernah peduli apa visi-misinya, yang pasti bagus dan pasti tak bisa mereka praktekkan -  saya bahkan tidak tahu saya sedang sakit apa. Saya juga tidak pernah mendapat penjelasan apa hak dan kewajiban saya sebagai pasien.

Saya ditawarkan berbagai tindakan medis, tapi saya tidak yakin apa perlunya itu dan apakah saya akan sembuh karenanya. Maka yang muncul dalam pikiran saya adalah, "jangan-jangan saya ditipu, supaya bayar mahal padahal sebenarnya saya tak perlu tindakan itu." Sebagai pasien saya curiga.

Sementara di rumah sakit lain yang bagus itu saya melihat para pekerja yang cekatan, lekas, dan disiplin. Juga ramah. Tak ada yang malas-malasan.Tak ada yang mengobrol atau sibuk membaca, dan kirim SMS.  Ups, juga tak ada yang televisi. Ketika ada sedikit soal keuangan - saya tak bawa uang kontan yang cukup - si petugas kasir lekas memberi sejumlah alternatif. Baginya yang penting adalah saya lekas diberi tindakan.

Bagaimana bisa rumah sakit bagus ini membuat etos kerja sebagus itu? Entahlah, tapi saya mencatat misi kedua mereka adalah: Kepada Karyawan Kami, Jenjang Karir yang Pasti. Tanpa itu, saya kira para pekerja di perusahaan manapun akan asal-asalan saja bekerja.

Misi ketiga rumah sakit tersebut: Kepada para Dokter Kami, Dukungan sepenuhnya bagi Perkembangan Profesional. Saya kira dukungan itu termasuklah peralatan kerja yang canggih, laboratorium dan operator yang terampil, juga kesempatan menempuh pendidikan. Sebagai pasien saya merasakan bagaimana dokter yang menangani saya bekerja dengan sangat profesional. Skema pengobatan, biaya, sakit yang akan saya tanggungkan, dan proses penyembuhan pascaoperasi dijelaskan sebelum saya setuju tindakan tersebut.

Saya ingat dokter yang menangani saya sebelumnya di rumah sakit lain. Sambil memeriksa saya dia mengomelkan fasilitas medis yang ditolak oleh rumah sakit. Ia juga menggerutu bagaimana dulu dia bekerja di rumah sakit di Eropa dengan alat-alat pendukung yang lebih baik. Dia juga - di depan saya yang masih terbaring di ranjang pemeriksaan - bilang hari itu menolak untuk ikut rapat dengan pihak manajemen. "Rapat terus, tak ada juga hasilnya," katanya.

Aduh, Pak Dokter, bagaimana saya bisa yakin dengan kesembuhan saya ketika ditangani oleh dokter yang bekerja dengan setengah hati begini? Bagaimana saya bisa nyaman berobat di rumah sakit ini jika dari mulut Anda saya tahu betapa terbatasnya fasilitas peratawan yang ada?


*

Visi dan misi, belajar dari dua rumah sakit di atas, menurut saya, bukanlah bingkai cita-cita yang hendak dicapai nanti. Tapi ruh dan sekaligus wujud dari segala yang mampu dibuat pada saat ini. Jika tidak begitu, maka visi dan misi hanya akan jadi hal yang mubazir dan kosong.
  

*


Ini cerita lain lagi. Ini soal pelabuhan. Kita yang tinggal di kawasan bahari ini tentu sangat akrab dengan sarana transportasi itu. Kita juga tahu siapa yang mengelola pelabuhan-pelabuhan besar di Kepulauan ini. Libur lebaran kemarin saya seperti biasa berkumpul dengan kakek dan neneknya anak-anak saya yang tinggal di pulau lain. Tentu saya harus lewat pelabuhan dan saya harus bilang ini adalah pelabuhan yang tidak nyaman.

Di tengah calon penumpang yang tak beraturan, semua berebut lekas-lekas masuk ke dermaga, tak jelas kapal apa yang hendak berangkat duluan dan yang mana yang kemudian, saya mencatat visi dan misi perusahaan yang mengoperasikan pelabuhan tersebut.

Visinya kira-kira begini: Menjadi penyedia jasa kepelabuhanan terkemuka! Bagus, bukan? Nah, misinya kira-kira begini:  Menyediakan jasa kepelabuhanan  berkualitas yang memenuhi harapan pelanggan dan  nilai tambah bagi ekonomi daerah. Nah yang lebih tidak diabaikan adalah motonya: Kenyamanan dan kepuasan penumpang adalah merupakan tujuan kami.

Sebagai penumpang, di pelabuhan itu saya sungguh tidak puas. Tak ada tempat untuk duduk di ruang tunggu, karena penuh. Padahal ibu saya saat itu sedang tidak sehat. Ia perlu duduk. Tidak ada petugas yang mengatur penumpang di gerbang masuk ke dermaga. Eh, tapi di balik gerbang itu, ada - saya sempat menghitung - sedikitnya delapan orang. Ada yang tampaknya masih menikmati suasana lebaran. Ada yang sibuk dengan radio panggil. Ada yang memeriksa tiket, selebihnya tak jelas melakukan apa.

Oh, ya yang lebih karikatural lagi, tepat di atas saya berdiri ada papan besar berisi bagan alur bagaimana saya bisa mengajukan keberatan jika ada pelayanan yang tidak memuaskan. Alih-alih marah, saya justru terhibur dengan kelucuan itu.

*

Visi dan misi, menurut saya haruslah jelas dan sederhana. Kenapa? Karena itulah gambaran cara berpikir dari mereka yang menyusun visi dan misi itu. Sederhana karena dengan demikian siapa saja mudah mencocokkan apakah yang dilakukan setiap elemen di organisasi itu pas, melenceng atau malah melecehkan visi dan misinya sendiri. Organisasi yang gagal merumuskan visi dan misinya, juga gagal melaksanakan visi dan misinya itu adalah organisasi yang kiamat. 

Ada organisasi bisnis, pelayanan publik, pemerintahan, yang seperti menyembunyikan visi dan misinya dari publik yang harus dilayaninya.Visi dan misi harusnya menjadi janji baik kepada pihak yang dilayani dari mereka yang melayani.  Itu sebabnya, visi misi harusnya menjadi janji yang harus benar-benar bisa ditepati. Jika tidak, pasti ada yang salah, dan itu harus diperbaiki.

Coba baca lagi misi dari rumah sakit yang saya paparkan di atas. Misinya jelas arahnya, kepada pasien, kepada karyawan, kepada para dokter, dan terakhir yang tak disebutkan di atas kepada komunitasnya.  Visinya jelas, ringkas, dan tidak mengawang-awang.  Ketika di tingkat pelaksanaan itu bisa diwujudkan maka visi dan misi itu menjadi berbunyi, tidak kopong atau sekadar omong kosong. ***