Saturday, May 1, 2004

[Ruang Renung # 75] Puisi Membebaskan Kata

sepasang burung: tak usah diberi nama,

pagi, matahari hinggap di bulu-bulunya,

sayap & tangkai bunga serentak berdansa.



(Pagi yang Tak Tercatat)




SUTARDJI dengan puisi-puisinya bilang ingin membebaskan kata dari belenggu makna. Kata adalah pengertian itu sendiri, katanya dalam kredonya yang pernah mahsyur itu, bukan alat untuk menyampaikan pengertian. Penyair, kata penulis keturunan Rusia-Jerman, kelahiran Inggris Eli Khamarov (1948-), adalah prajurit yang membebaskan kata dari kuatnya kuasa definisi.



SUTARDJI mungkin sudah melupakan kredonya itu. Mungkin ia sedang ketemu konsep lain dari puisi-puisi yang terus ia tulis. Mungkin saja ia bosan dan berhenti menulis puisi. Kita juga boleh bersetuju saja atau membantah kredonya.



APAPUN namanya, cobalah baca kutipan dari bait pertama puisi Pagi yang Tak Tercatat. Beri stabilo pada baris kedua ....matahari hinggap di bulu-bulunya. Sama sekali tidak mengamus, bukan? Tak ada kamus yang membenarkan frasa ini, bukan?



KATA "hinggap" bermakna (terbang lalu) duduk (berdiri, melekat, bertengger) di atau pada sesuatu. Matahari hinggap? Tentu saja itu bermakna dan bukan sebuah kesalahan bila kita menyebutkannya dalam puisi. Saya membayangkan sinar matahari itu terbang lalu hinggap di bulu sepasang burung. Pagi itu, pagi yang mengilhami saya menulis puisi itu, saya melihat bulu-bulu burung bercahaya, memantulkan sinar matahari.



KARENA itulah, saya terus menulis puisi. Saya tidak ingin menjadi pembebas kata. Karena bagi saya, kata itu memang sudah bebas. Hanya kita sendiri yang suka membelenggu imajinasi kita sendiri. Keasyikan berpuisi saya kira ada di situ. Bagaimana kita dan kata, saling membantu menangkap kesan dari sebuah peristiwa, seremeh apapun dia, lalu memberinya sesuatu yang tidak sia-sia. Sesuatu itu mungkin makna, mungkin juga hanya sebuah keinginan untuk sekadar mempertanyakan, "ini maksudnya apa, ya?"



SETIDAKNYA, orang yang sibuk bertanya-tanya itu adalah kita sendiri.[hah]