dari Cybersastra
aku tak kan lari kemana
andai pun yang kau runtuhkan ini
adalah dinding tembok penjara, saudara
karena
siapakah, kataku, yang bisa lolos
dari kepung jeruji-jeruji, seribu
parang yang diasah di keras marah
sejuta marah yang dibasuh panas darah?
aku tak kan mengaduh menangis
andai pun di timbun di beton itu
terkubur jasadku sendiri, saudara
karena
dendam yang diwariskan ke dalam
bara, jauh lebih panas
daripada kobar api, meski kayu bakarnya
adalah dagingmu dan tulang-tulangku
aku hanya ingin mendengar sabda
dari nabimu dan nabiku - entah
lewat bisik hati siapa - agar
kita punya alasan untuk mengerat
karat-karat pada besi yang terpancang
jadi penjara lagi, yang entah
siapa yang merubuhkannya nanti
karena
peluru tak punya mata
prajurit yang lari, mungkin
hendak mengikuti nurani, dan
aku hanya bisa menekuri jiwa
yang telanjur jadi keras kematu
mengingat-ingat
tikam sakit
lecut jerit
hentak jerat, "seperti
ada gigi yang tercerabut
dari gusi, tanpa
anestesi."
batam, 2262002