: ferry & ersa
Bisik itu berulang, "Kapan saya pulang?"
Kita pun sama bimbang, dan rumah datang,
sebagai bayang-bayang. Jauh memanjang.
Tinggal satu-satunya pintu:
        mata menuju,
        tanya mengaju.
Siapa yang asing, di halaman depan kita itu?
Kita sama tak tahu. Tapi, Rumah adalah
istri dan anak sebelas bulan menunggu.
Rumah adalah 5.000 lelaki di hutan Langsa,
Piedie, Aceh Utara, mengarahkan laras
senapan ke Jakarta. Melawan. Atau Bertahan.
Rumah adalah 30.000 serdadu yang mendarat
darurat. Dengan perintah yang cepat: "Ayo,
lepaskan seribu peluru, mereka sah diburu!"
Bisik itu berulang, "Kapan kita pulang?"
Ada yang tak lagi bimbang. Ketika kita
pergi tak lagi kembali, dijemput peluru
yang tak sempat direkam kamera TV.
Ketika kita tak lagi mesti melaporkan,
"Tak ada yang harus disampaikan, ini
peristiwa sederhana: jemputan kematian..."
Kita sama tahu. Rumah adalah ketika
kita kembali dari bepergian. Sendirian.
Mei 2004