I
INI fajar pertama yang belum diberi tanda, belum
dimaknai apa-apa. Adam bahkan tak tahu pasti, mungkin
saja itu senja. "Tuhan, inikah dunia itu? Inikah
tempat hukumanku itu? Lalu apa bedanya dengan surga?"
Kelak ia akan tahu, sebenarnya ia sudah bisa menduga.
Terlalu banyak tanya. Adam, tak sempat lagi bertanya. Ia
hanya tahu, Tuhan ketika itu tidak sedang mempermainkannya.
II
ADA sinar jatuh menerabas rimbun kanopi hutan, seperti
baru saja ada hujan. Ada buah jatuh, ia tak ragu lalu
memungutnya lalu mengunyahnya hingga tak bersisa. Ada
yang berkelebat di sesak semak - seperti berbaju atau
berbulu? tapi pasti bukan iblis itu. Ada yang seperti
mengawasinya, tapi itu bukan Tuhan. Itu bukan Tuhan.
Lalu lekas dijeratkannya sehelai daun, menutupi malu
yang pertama. Sebenarnya, mungkin ia hanya tak enak
hati pada dirinya sendiri. Pada dirinya yang sendiri?
III
GELAP dan terang sudah berulang bertukar, ini tak
seperti di surga. "Ah, sudahlah. Jangan lagi membandingkan
masa lalu dan sekarang," kata Adam pada dirinya
sendiri. Begitu jelas, ia dengar dirinya sendiri.
Lalu ada letih menyergap. Segera saja ia terlelap.
Kelak di tidur yang pertama itiu, ia didatangi mimpi
yang pertama. Ia bermimpi tentang surga dan Hawa.
Ya, wanita itu siapa lagi, dia pasti Hawa. Hawanya.
Khuldi di tangannya. Ada bekas gigitan mereka berdua.
Masih juga, Hawa menikmati lezat merah dagingnya.
Ketika terbangun oleh subuh yang basah, Adam tiba-tiba
merasa rindu. Teramat rindu. Tapi, kepada Tuhan, ia tak
ingin mengadu. Tuhan, pasti engkau teramat tahu.
Apr 2003
Blog ini adalah daerah cagar, suaka bagi sajak-sajak, terjemahan, dan esai-esai Hasan Aspahani. Hal-ihwal yang pernah hilang dan ingin ia hapuskan.
Tuesday, April 22, 2003
Fragmentasi Pengusiran Bapa Adam dan Bunda Hawa, 1