Ilustrasi oleh Dalbo |
Oleh Hasan Aspahani
DI masa depan, setiap orang akan jadi pesohor dunia selama 15 menit. Andy Warhol menulis kalimat itu dalam katalog pamerannya di Stockholm, Swedia, 1968. Kutipan ini - dikenal dengan "keterkenalan 15 menit" - lantas menjadi olok-olok klise tentang apa arti "terkenal" atau "populer" khususnya ketika ia berkelindan dengan budaya-pop.
Apa sebenarnya yang dimaksud Warhol? Apa sebenarnya terkenal itu? Ia bicara tentang peluang siapa saja bisa menjadi terkenal, dalam budaya pop yang memang tak berhasrat pada kedalaman hakikat, pada penggalian makna. Pop adalah budaya yang dangkal yang hanya bermain di kulit permukaan. Karena itu tak akan bertahan lama.
Yang terkenal, segera akan ditiru. Budaya pop memang mengandalkan peniruan yang massal. Yang terkenal segera ditimbun oleh penduplikan, bahkan pemalsu yang membuat keterkenalan siapapun tak akan bertahan lama. "Siapa saja harus menjadi siapa saja saja," kata Warhol, di tahun-tahun sebelum 'kaidah 15 menit' itu.
Apakah itu yang namanya budaya pop? "Ya, (budaya pop) itu adalah penyerupaan pada segala hal," katanya.
Dan itu membosankan! Warhol sendiri bertahun kemudian muak dengan apa yang ia katakan sendiri. Di tahun 1979, ketika televisi dan media, mewujudkan apa yang ia ramalkan dulu ia sudah bicara lain. "Saya bosan dengan kalimat itu. Saya tak pernah gunakan lagi. Saya punya kalimat baru, dalam 15 menit siapa saja akan menjadi terkenal!"
Lagi-lagi Warhol benar. Sekarang, betapa mudahnya siapa saja menjadi terkenal. Berbagai medium baru tersedia dan terbuka untuk dimanfaatkan oleh siapa saja. Tapi kemudian, betapa mudahnya keterkenalan itu lindap, dan lalu padam.
*
Kita pun mengenal nama-nama Sinta dan Jojo, dan baru-baru ini Briptu Norman Kamaru. Medium itu bernama YouTube, sebuah situs kongsi-video. Siapa saja bisa merekam gambar apa saja, lalu mengunggahnya di YouTube. Lalu menyebarlah apa yang divideokan itu, menjadi tontonan, menjadi pergunjingan, memenasarankan orang banyak, menjadikan siapa yang ada di video itu tiba-tiba terkenal, menjadi pesohor.
Chad Hurley, Steve Chen, dan Jawed Karim, tiga pendiri YouTube di tahun 2005 itu, mungkin tak akan mengira medium yang mereka ciptakan berkembang sejauh ini sekarang. Ketiganya saat itu adalah karyawan baru di PayPal, perusahaan e-komersial, yang besar dengan konsep transaksi keuangan lewat internet.
Dari mana ide YouTube terbit? Inilah kisah yang paling sering dikutip. Chad yang desainer itu bersama Steve - yang seperti Jawed menguasai ilmu komputer - menggelar pesta di apartemen Steve. Jawed tak hadir dan tak percaya kedua kawannya semalam bikin pesta. Chad dan Steve lantas berpikir seandainya video yang mereka rekam bisa ditampilkan di sebuah situs, Jawed tinggal mereka minta untuk mengklik saja.
Apa yang pertama kali disiarkan di YouTube? Bukan rekaman pesta di apartemen Chad, tapi Jawed yang sedang liburan di kebun binatang San Diego. Video yang tepatnya diunggah pada tanggal 23 April 2005 masih bisa ditonton sampai hari ini. Apa yang ditampilkan di situ, sangat tidak penting. Siapa saja bisa melakukannya.
Dan begitulah konsep awal YouTube. Broadcast Yourself! Siarkan dirimu Sendiri! Apa yang disiarkan? Apa saja! Bahkan kualitas gambar pun tidak penting. Teknik menggunakan kamera? Ah lupakan saja! Yang penting rekam dan siarkan dirimu sendiri. Keisengan ini diendus oleh perusahan permodalan sebagai bisnis yang menjanjikan. 11,5 juta dolar AS pun digelontorkan.
Dan dunia yang kecanduan untuk tampil, menemukan mediumnya: YouTube! Sejak diperkenalkan pada bulan Mei 2005, enam bulan sebelum resmi diluncurkan, situs ini berkembang pesat. Tahun 2006 secara resmi disebutkan lebih dari 65 ribu video baru diunggah setiap hari. Yang menonton berapa banyak? Setiap hari 100 juta video ditonton.
Saya kira hanya suatu kebetulan jika batas durasi video yang boleh ditampilkan di YouTube adalah 15 menit! Dan itu sudah cukup untuk membuat siapa saja menjadi terkenal. Persis seperti yang dulu diramalkan lagi oleh Andy Warhol.
*
Kliklah YouTube. Carilah video dengan kata kunci "keong racun". Ada banyak sekali video yang serupa dengan Sinta dan Jojo ditemukan. Ada versi pekerja migran yang direkam dan diunggah entah di negara mana, versi lucu-lucuan ala Fitri Tropica dan Ayu Laksmi, versi banci salon, hingga versi Teamlo. Peniruan adalah lazim saja. Tak ada esensi. Segalanya dibuat demi tontonan dan hiburan. Dan mungkin si peniru itu sebentar saja dan memang cuma sebentar ikut meraih keterkenalan. Lalu, segera saja itu berlalu.
Begitulah juga Briptu Norman Kamaru, anggota polisi dari satbrimob kita nun di Gorontalo sana. Ia terkenal. Diminta hadir nyaris di semua acara televisi yang memerlukan bintang tamu. Di minta mengulangi gayanya menirukan aktor-biduan Bollywood yang ia gemari. Orang yang sudah lebih dahulu terkenal pun ikut-ikutan meniru briptu kita ini. Kita tunggu sebentar lagi, pasti akan banyak penirunya. Atau mungkin sudah ada. Saya malas melacaknya.
Sampai kolom ini saya tulis, setengah bulan setelah ia diunggah pertama kali pada tanggal 3 April lalu, video Briptu Norman”menggila” - inilah kata yang dipakai oleh si pengunggah untuk menjuduli video - di YouTube itu sudah diakses satu juta kali lebih. Tepatnya 1.133.549 kali!
Ada efek viral yang saya kira perlu diteliti lebih jauh oleh para pakar-pakar rekonstruksi sosial untuk menjelaskannya. Efek yang sama dinikmati oleh Justin Beiber, yang menjadi bintang pop dunia pada usia dini dan itu dipercepat oleh YouTube.
Tidak semua yang diunggah di YouTube itu dengan serta-merta membuat seseorang menjadi terkenal. Jauh sebelum video Briptu Norman hadir di YouTube, seorang kawan menampilkan video saya baca puisi di Graha Bakti Budaya, di komplek Taman Ismail Marzuki. Tepatnya di tahun 2007. Terkenalkah saya dibuatnya? Sama sekali tidak. Sampai saat ini video itu baru diakses tak lebih dari 2.500 kali. Memalukan! Kenapa hanya segelintir orang yang mengklik unggahan itu? Saya kira karena puisi bukan bagian dari budaya pop. Syukurlah, jika itu alasannya, saya ikhlas untuk tidak terkenal. Apalagi cuma terkenal lewat jalan pintas “15 menit”, dan hanya bertahan selama “15 menit”. []