SAYA sedang bertaruh dengan Ditektur Utama PLN Dahlan Iskan. Kami buat taruhan itu Minggu lalu di Pekanbaru. Dia punya satu kebiasaan baru sekarang. Setiap kali dalam kunjungan kerja ke berbagai daerah dia akan mengajak orang PLN setempat jalan pagi. Ini bukan sekadar jalan pagi gembira atau jalan santai. Ini jalan pagi yang terukur dan ilmiah.
“Biasanya sebelum jalan saya bikin kuis. Pertanyaannya apakah olahraga itu?” kata Pak Dahlan di pintu masuk Hotel Aryaduta, di mana beliau menginap bersama istrinya yang juga ikut berjalan kaki. Waktu di jam tangan saya menunjukkan pukul 5.30. “Yang tahu jawabannya saya beri hadiah Rp50 ribu!”
Beberapa orang mencoba menjawab. Tidak ada yang benar-benar tepat, lalu Pak Dahlan menguraikan sendiri jawabannya. Olahraga itu, kata beliau, adalah menggerakkan badan dalam jangka waktu tertentu sehingga mencapai detak jantung 117 kali per menit.
“Berapa lama? Dengan pemanasannya, di mana saat itu tentu detak jantung belum mencapai angka tersebut, kira-kira kita harus berjalan cukup tiga puluh menit. Sebenarnya detak jantung 117 kali itu cukup sepuluh menit saja, tapi benar-benar nonstop, tidak boleh berhenti,” kata beliau.
Kami pun berjalan. CEO Riau Pos Grup, Pak Makmur, sudah membikin rute. Dari hotel kami berjalan ke arah Masjid Raya Pekanbaru yang dipuji oleh Pak Dahlan. Di halaman luas masjid itu, pada hari Minggu diramaikan oleh warga bersenam, juga suara anak-anak mengaji yang dipancarkan lewat pengeras suara. “Saya belum pernah melihat yang seperti ini di kota lain,” kata Pak Dahlan.
Dan jalan-jalan utama di Pekanbaru pada Minggu pagi itu juga ditutup bagi kendaraan. Maka, saya bayangkan pada tiap hari Minggu tumpah ruahlah warga Pekanbaru berolahraga, seperti Minggu lalu itu. Di trotoar jalan, saya melihat ada sekelompok pelajar yang menamakan diri Green Student memamerkan foto-foto lingkungan, dan mereka sempat pula mewawancarai Pak Dahlan.
Sampai di Masjid Raya, saya masih bisa menyejajari laju langkah Pak Dahlan. “Nah, kira-kira cepatnya seperti ini,” kata Pak Dahlan. Sampai di situ nafas saya sudah terasa ngos-ngosan.
Kami satu kelompok ramai juga. Ada sejumlah petinggi PLN Pekanbaru, dan dari kubu Jawa Pos Grup , selain Pak Makmur, ada isteri mendiang Pak Eric Samola yang akrab kami sapa sebagai Bu Eric, Dirut Jawa Pos Grup Zainal Muttaqin yang didampingi isrinya, juga Direktur Utama Jawa Pos Ratna Dewi yang selalu kami panggil Bu Weni, dan Pak Imawan Mashuri, bosnya jaringan televisi lokal di Jawa Pos Grup. Saya sendiri cukup nyaman berada di antara pembesar itu karena saya tidak sendiri, ada Pemred Riau Pos Raja Isyam Azwar yang menemani.
Rute jalan kaki kemudian memutar, kembali ke hotel. Nah, saya mulai tertinggal. Pergelangan kedua kaki saya mulai terasa sakit. Saya tahu kenapa, saya sudah kebanyakan beraktivitas, kedua kaki saya tidak biasa dengan aktivitas sebanyak pagi itu. Apa sebabnya? Bukankah ini aktivitas yang harusnya normal? Saya kok kalah dengan Pak Dahlan yang sudah 60 tahun, dan sudah ganti hati pula? Ah, saya tahu, berat badan saya berlebihan, 12 kilogram di atas normal. Dengan tinggi badan saya, idealnya saya hanya berbobot 70 kilogram. Saat ini berat badan saya 82 kilogram!
“Kalau Agustus nanti kamu bisa turunkan 12 kilo, saya kasih Rp50 juta,” kata Pak Dahlan menantang saya. Kami tos-tosan sebagai tanda taruhan dimulai! Empat bulan turun 12 kilogram? Tiga kilogram per bulan? Ah, saya kira saya bisa menang. Tantangan serupa juga diberi kepada GM PLN Riau yang badannya jauh lebih berat dari saya.
***
Lupakan soal taruhan – nanti saya kabarkan kalau saya sudah menang saja – sekarang mari kita cari tahu di mana ilmiahnya jalan kaki 30 menit dan mencapai detak jantung 117 kali per menit, yang dilakukan tiga kali seminggu sekurangnya, cukup untuk membuat jantung sehat? Sebagai orang yang sudah mendapat bonus hidup, saya yakin Pak Dahlan tak sembarangan percaya dan melakukan aktivitas jalan kaki yang sekarang jadi kebiasaannya. Saya menemukan jawabannya di buku “Sehat Itu Murah” Dr Handrawan Nadesul, yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas.
Gerak badan yang berlebihan justru tak membuat orang sehat. Ini hasil penelitian Dr Kenneth H. Cooper. Dr Cooper yang mengenalkan latihan aerobik ala Cooper dan merasa sangat bersalah karena banyak kawan dan sahabatnya meninggal karena jantung koroner akibat kebanyakan aerobik.
Ya, ternyata, aktivitas olahraga yang berlebihan – bukannya bikin sehat – tapi justru berefek buruk. Itu bikin radikal bebas meningkat dan inilah yang belakangan diketahui sebagai biang pencetus kanker, penyakit jantung koroner, penurunan sistem kekebalan tubuh, penyebab katarak, dan bikin orang lekas tua. Ada buktinya ini. Jim Fixx, sahabat Dr Cooper meninggal pada usia 52 tahun, akibat jantung koroner, dan pada saat itu dia masih aktif maraton, kira-kira setiap minggu bisa menempuh 100 kilometer.
Apa yang dilakoni Pak Dahlan dalam buku Dr Handrawan disebut brisk walking. Cukup dilakukan paling kurang tiga kali seminggu, dengan kecepatan jalan kira-kira dalam 30 menit untuk menempuh jarak 3,2 km. Bisa juga lebih lambat, jarak itu ditempuh dalam 40 menit, tapi kekerapannya ditambah, kira-kira empat kali seminggu.
Kenapa harus mencapai detak jantung 117 kali per menit? Itulah yang disebut target aerobik. Sasarannya bukan diukur dari lamanya gerak badan atau berjalan, banyaknya keringat yang keluar, atau jauhnya jarak yang ditempuh, tapi kecepatan detak jantung . Bukankah kita berolahraga terutama untuk menjaga kualitas jantung kita?
Dari mana angka 117 itu? Cara menghitungnya pakai rumus: 220-usia kita. Kalau saya 40 tahun saat ini, maka 220-40 adalah 180. Nah, saya cukup mencapai 65-80 persen dari 180 itu. Yaitu, antara 117 sampai 144 degup jantung per menit. Ya, betul, 117 adalah angka terendah. Dengan begitu, orang seusia saya bisa mencapai fitness point 15, dan itu sudah sangat cukup untuk membikin bugar. Untuk olahragawan yang harus bekompetisi, fitness point-nya tentu harus lebih tinggi.
Kadar latihan di atas adalah hasil penelitian Dr Cooper bertahun-tahun bersama timnya di Cooper Clinik & Institute for Aerobic Research. Efeknya juga ditemukan dalam riset panjang itu. Brisk walking terbukti menurunkan risiko stroke, diabetes, osteoporosis, hipertensi, penyakit paru-paru, dan menghindari kegemukan (Aha, catat! Ini yang saya perlukan!).
Kok bisa begitu? Bisa saja, karena brisk walking membuat otot-otor berelaksasi, kerja pompa jantung lebih giat, aliras darah di tubuh menjadi lebih deras, pipa-pipa pembuluh rambut kapiler tubuh yang sedianya menguncup jadi membuka, paru-paru bertambah mekar, dan yang lebih penting semua sistem organ dalam termasuk sistem kekebalan tubuh menjadi lebih giat bekerja.
Begitulah. Rasanya kalau pun nanti saya kalah taruhan, saya akan dapat hadiah tubuh dan jantung sehat dan itu harganya jauh lebih mahal daripada uang Rp50 juta. Sebentar. Rp50 juta? Hmm, sebenarnya banyak juga buat saya. []