TUBUHMU beras wangi. Hatiku cawan retak, tak mampu menakar rindu, yang aku tahu tak pernah cukup, tapi entah berapa ia banyak.
Rambutmu serat suji. Di tanganku masih mengalir wangi, sejak kusela-selakan jemari, di lelapmu yang sunyi.
Matamu kelopak embun, selalu seperti tangis yang hendak dimulai. Aku tak pernah berani bertanya, sesejuk apa engkau berduka.