Tuesday, February 28, 2006

Melankolia Hotel Tua

APA yang masih kita bisa coba? Kecuali
menurut kota dan usia, menuju ke tua.
Ke pintu-pintu yang selalu membuka

: lalai lelaki, pukau perempuan.

Ah, usia, tahun yang menyebut kita.
"Tapi, apa kata kita bisa dewasa?"

Aku mereguk fanta. Dalam remang ruang,
merah itu seperti ingin terus bicara.

Aku teringat warna yang dulu ada,
yang dulu pernah menetesi luka-luka.

: lebam lelaki, perih perempuan.

Aku mereguk fanta. Ini malam yang ringan.
Tawaran tanpa pilihan, bartender yang tak
lagi bisa bersandar pada banyak kemungkinan.

"Ini sudah kemalaman. Aku akan menutup kafe
ini, Tuan. Anda masih mau terus karaokean?
Atau adakah ingin lain yang hendak dipesan?"

Aku hanya meminta pemain piano memainkan
nada-nada itu saja: Melankolia Hotel Tua!

"Itu lagu siapa, ya?" Oh, kita tak nyanyi,
iringi saja aku meresitalkan sebuah puisi

: letih lelaki, pedih perempuan.