Reply Kenangan, 1978
mayat, ini mayat budi, mayat budi!
aih, aku rindu kalimat itu, Pak Guru
kalimat yang dulu kubayangkan
kautulis dengan kapur yang membuat
kau seperti dikepung uban (baca: usia),
tahun 1978, diam-diam aku mengejakannya
di bukuku dan kemudian bangga sendiri
lihat! aku sudah cakap menulis, kan?
tentu tak pernah ada gambar dan warna darah
di buku inpres yang sampai juga ke kelas kita
lewat birokrasi kantor penilik sekolah kecamatan
(belajar tulis baca, tak sopan dengan tema kematian),
lalu dengan bakat menggambarku kubuat budi
dengan matanya kelam, senyumnya hitam: ini mayatnya
aih, kenapa tak diponten gambarku itu, Pak Guru?
Pak Guru, aku memang bukan murid yang bisa kau
banggakan, senam pagi, talkin indonesia raya, tak
lebih menarik bagiku daripada membayangkan:
prosedur kematian,
prosesi kehancuran!
Feb2003