Mana Niat Catat Nasihat
kita harus menuliskannya, saudara
sebelum huruf membaca kita, dan
mengembalikan nasib ke mula alifbata
kita harus menerjemahkannya, saudara
sebelum kata menyebut kita, lalu
memulangkan bahasa ke kamus lupa
kita harus mengucapkannya, saudara
sebelum suara membisik-bisik nama
menyerahkan kita ke hening hana
saudara, memang kita harus mengejarnya
sebelum gerak memaku kita, dan geram
pun dipasrahkan ke redam diam
kita harus segera mencatatnya, saudara
sebelum hanya tiada mengenang kita
(dan cuma batu nisan yang nyebut nama)
Mar 2003
Blog ini adalah daerah cagar, suaka bagi sajak-sajak, terjemahan, dan esai-esai Hasan Aspahani. Hal-ihwal yang pernah hilang dan ingin ia hapuskan.
Friday, February 28, 2003
Wednesday, February 26, 2003
Pada Kemasan Shampoo Anakku
-1-
seorang anak kecil mandi lama sekali
ia mencuci rambutnya girang sekali
katanya kepada mamanya:
"nanti abah pulang, dia mau
mencium ubun-ubunku lagi..."
mamanya tersenyum manis sekali
dan diam-diam mengecupi
ujung rambutnya sendiri
-2-
dunia di rambut anak-anak
ah, alangkah indah semarak
buih-buih shampoo berjuta-juta
buih-buih yang oranye warnanya,
pantulan wajah anak-anak menjelma
jadi senyuman ah, alangkah manisnya
Feb2003
-1-
seorang anak kecil mandi lama sekali
ia mencuci rambutnya girang sekali
katanya kepada mamanya:
"nanti abah pulang, dia mau
mencium ubun-ubunku lagi..."
mamanya tersenyum manis sekali
dan diam-diam mengecupi
ujung rambutnya sendiri
-2-
dunia di rambut anak-anak
ah, alangkah indah semarak
buih-buih shampoo berjuta-juta
buih-buih yang oranye warnanya,
pantulan wajah anak-anak menjelma
jadi senyuman ah, alangkah manisnya
Feb2003
Monday, February 24, 2003
Hari Sobek Lembar Demi Lembar
segegas februari selekas januari, di ujung
kalender: desember nunggu teramat sabar
merayakan keusangan waktu, lembar demi
lembar (tanggal yang tak sempat tergambar)
ia tertibkan debar, ia rapikan gentar
ia benci kalender -- angka-angka tak terbagi --
yang angkuh sungguh mengulur-ulur umur
ia dengar gemetar sobek hari-hari, mengingatkan
dus merahasiakan bilangan hitung mundur
begitu ngantuk, ia tak ingin tidur
Feb2003
segegas februari selekas januari, di ujung
kalender: desember nunggu teramat sabar
merayakan keusangan waktu, lembar demi
lembar (tanggal yang tak sempat tergambar)
ia tertibkan debar, ia rapikan gentar
ia benci kalender -- angka-angka tak terbagi --
yang angkuh sungguh mengulur-ulur umur
ia dengar gemetar sobek hari-hari, mengingatkan
dus merahasiakan bilangan hitung mundur
begitu ngantuk, ia tak ingin tidur
Feb2003
Sunday, February 23, 2003
Engkau yang Terlipat, Sepi yang Tersisip
ketika dilipatnya engkau, mungkin ada Sepi yang
tersisip (melapis kenangan yang kau kekalkan)
ah, dia memang tak cermat merapikan hati:
kertas kosong untuk menulis puisi, tak ada lagi
di amplop itu cuma namamu, seperti di hatinya
tanpa perekat, prangko bergambar vas dan gunung
siap mengantar sebuah kabar ke alamat-alamatmu
kabar yang masihkah kau tunggu dengan rindu?
Feb2003
ketika dilipatnya engkau, mungkin ada Sepi yang
tersisip (melapis kenangan yang kau kekalkan)
ah, dia memang tak cermat merapikan hati:
kertas kosong untuk menulis puisi, tak ada lagi
di amplop itu cuma namamu, seperti di hatinya
tanpa perekat, prangko bergambar vas dan gunung
siap mengantar sebuah kabar ke alamat-alamatmu
kabar yang masihkah kau tunggu dengan rindu?
Feb2003
Kali Ini, di Sajakku Ada Ular
akulah telah belajar pada marah ular
melapis mengelupas lapar ngejar liar
rahangku perangkap, rahang gelap ular
kata kulahap, akh! maki kutuk kutebar
di darahku mengalir racun seribu ular
di setiap lukaku tumbuh taring ular
kuburu Entah pada semak paling belukar
kutemu Engkau pada mangsa menggelapar
Feb2003
akulah telah belajar pada marah ular
melapis mengelupas lapar ngejar liar
rahangku perangkap, rahang gelap ular
kata kulahap, akh! maki kutuk kutebar
di darahku mengalir racun seribu ular
di setiap lukaku tumbuh taring ular
kuburu Entah pada semak paling belukar
kutemu Engkau pada mangsa menggelapar
Feb2003
Thursday, February 20, 2003
Reply Kenangan, 1978
mayat, ini mayat budi, mayat budi!
aih, aku rindu kalimat itu, Pak Guru
kalimat yang dulu kubayangkan
kautulis dengan kapur yang membuat
kau seperti dikepung uban (baca: usia),
tahun 1978, diam-diam aku mengejakannya
di bukuku dan kemudian bangga sendiri
lihat! aku sudah cakap menulis, kan?
tentu tak pernah ada gambar dan warna darah
di buku inpres yang sampai juga ke kelas kita
lewat birokrasi kantor penilik sekolah kecamatan
(belajar tulis baca, tak sopan dengan tema kematian),
lalu dengan bakat menggambarku kubuat budi
dengan matanya kelam, senyumnya hitam: ini mayatnya
aih, kenapa tak diponten gambarku itu, Pak Guru?
Pak Guru, aku memang bukan murid yang bisa kau
banggakan, senam pagi, talkin indonesia raya, tak
lebih menarik bagiku daripada membayangkan:
prosedur kematian,
prosesi kehancuran!
Feb2003
mayat, ini mayat budi, mayat budi!
aih, aku rindu kalimat itu, Pak Guru
kalimat yang dulu kubayangkan
kautulis dengan kapur yang membuat
kau seperti dikepung uban (baca: usia),
tahun 1978, diam-diam aku mengejakannya
di bukuku dan kemudian bangga sendiri
lihat! aku sudah cakap menulis, kan?
tentu tak pernah ada gambar dan warna darah
di buku inpres yang sampai juga ke kelas kita
lewat birokrasi kantor penilik sekolah kecamatan
(belajar tulis baca, tak sopan dengan tema kematian),
lalu dengan bakat menggambarku kubuat budi
dengan matanya kelam, senyumnya hitam: ini mayatnya
aih, kenapa tak diponten gambarku itu, Pak Guru?
Pak Guru, aku memang bukan murid yang bisa kau
banggakan, senam pagi, talkin indonesia raya, tak
lebih menarik bagiku daripada membayangkan:
prosedur kematian,
prosesi kehancuran!
Feb2003
Wednesday, February 19, 2003
Pecahkan Kaca, Lukakan Kata
(re: Mendung Rumah Penyair)
luka kata dan darah kita dan pecahan kaca, biar kubiar
kutebar di seluruh tubuhku: rumahku, biar terperangkap
pekik terlirih dunia, biar terjebak jerit tersakit manusia
debu mimpi pasti tak ramah padamu, yang datang ke: rumahku
dan badai mendung ini, wahai! jangan usir ia lalu berlalu saja
aku ingin terus punya alasan untuk mengabadikan duka, Saudara!
Feb 2003
(re: Mendung Rumah Penyair)
luka kata dan darah kita dan pecahan kaca, biar kubiar
kutebar di seluruh tubuhku: rumahku, biar terperangkap
pekik terlirih dunia, biar terjebak jerit tersakit manusia
debu mimpi pasti tak ramah padamu, yang datang ke: rumahku
dan badai mendung ini, wahai! jangan usir ia lalu berlalu saja
aku ingin terus punya alasan untuk mengabadikan duka, Saudara!
Feb 2003
Tuesday, February 18, 2003
Re: Mereply Puisi yang Belum Ditulis TS Pinang
pria gondrong itu terkekeh-kekeh bersama monitor, ludahnya berselekeh, oh nikmatnya, aku memaki dari jarak sejauh Batam-Yogya, "kau alangkah taik kucingnya", eh penyair-penyair itu bertepuk tangan: plok! plok! plok! mengira seorang penyair besar sudah mati dibunuh asep! aku mau ngadu ke nanang tapi dia sibuk mencari puisi di sela-sela tesisnya, huh pendusta! padahal aku tahu saja kalau ia malah menyiangi rindu di mata di dada kunthi, katanya sih itu kekasihnya
aku mau menyapa medi, he he tapi malu, nanti aku dimaki tak sekaliber dia, "awak nih apalah, cuma anak kampung yang belum tiga tahun di jakarta," hei hei hei heri, ajari dong aku memasak puisi, puisiku gosong, puisiku tak matang: nanti ben abel muntah menelannya. kita bisa nyanyi blues dengan lagu yang tulus, tulus? dia bisa main gitar nggak ya? tanpa gitar aku membayangkan inul ngebor dalam puisi dani
aku masih penasaran sama ninus, apa betul anak itu tak beres mengelap ingus? moyank tak tahu, dasar! dia mau beternak ayam kampung atau bebek alabio, siapa tahu bisa diinterbiu lagi sama koran malaysia, naaaah, padahal yono memaki-maki bodohnya aku, bodohnya aku! (dia tak mabuk tequila, cuma tertusuk duri kakap di sela gigi geraham bungsunya)
aku pusing gagal memposting puisi, tak ada karya afrizal tardji, mungkin pakai nama samaran kali ya? GM, halo, oom? apa kabar utan kayu? oom diajak iwank briefing nggak? aku nggak bisa ke TIM, 8 Maret nanti, soalnya besoknya aku ulang tahun, dan aku mau merayakannya di dalam liang lahat chairil, mau minta sebait puisi, supaya bisa hidup seribu tahun lagi, katanya dia juga mengundang subagio datang. Oh, alangkah puisi, alangkah puisi!
Feb2003
pria gondrong itu terkekeh-kekeh bersama monitor, ludahnya berselekeh, oh nikmatnya, aku memaki dari jarak sejauh Batam-Yogya, "kau alangkah taik kucingnya", eh penyair-penyair itu bertepuk tangan: plok! plok! plok! mengira seorang penyair besar sudah mati dibunuh asep! aku mau ngadu ke nanang tapi dia sibuk mencari puisi di sela-sela tesisnya, huh pendusta! padahal aku tahu saja kalau ia malah menyiangi rindu di mata di dada kunthi, katanya sih itu kekasihnya
aku mau menyapa medi, he he tapi malu, nanti aku dimaki tak sekaliber dia, "awak nih apalah, cuma anak kampung yang belum tiga tahun di jakarta," hei hei hei heri, ajari dong aku memasak puisi, puisiku gosong, puisiku tak matang: nanti ben abel muntah menelannya. kita bisa nyanyi blues dengan lagu yang tulus, tulus? dia bisa main gitar nggak ya? tanpa gitar aku membayangkan inul ngebor dalam puisi dani
aku masih penasaran sama ninus, apa betul anak itu tak beres mengelap ingus? moyank tak tahu, dasar! dia mau beternak ayam kampung atau bebek alabio, siapa tahu bisa diinterbiu lagi sama koran malaysia, naaaah, padahal yono memaki-maki bodohnya aku, bodohnya aku! (dia tak mabuk tequila, cuma tertusuk duri kakap di sela gigi geraham bungsunya)
aku pusing gagal memposting puisi, tak ada karya afrizal tardji, mungkin pakai nama samaran kali ya? GM, halo, oom? apa kabar utan kayu? oom diajak iwank briefing nggak? aku nggak bisa ke TIM, 8 Maret nanti, soalnya besoknya aku ulang tahun, dan aku mau merayakannya di dalam liang lahat chairil, mau minta sebait puisi, supaya bisa hidup seribu tahun lagi, katanya dia juga mengundang subagio datang. Oh, alangkah puisi, alangkah puisi!
Feb2003
Sunday, February 16, 2003
Yang Kuhela, Yang Kupeluk
dengan kaki bugil dada telanjang kuhela
gerobak kayu, tak sempat kuingat keringat
lampu badai latat, bulan pun kenapa pucat
tak ada rambu-rambu di setapak telapak
yang memberiku lalu dengan gerobak kayu
roda menyentuh batu, sentuh yang satu per satu
lepuh lengan lapah bahu gerobak kayu
di masjid terus tadarus aku kenang sisiphus
batang-batang bakau bukan bongkah batu
suara laut aih ya lirihnya: sudah lama surut
pasir pantai kering langit tanpa kelambu
aku tidur memelukmu, gerobak kayuku
Feb2003
dengan kaki bugil dada telanjang kuhela
gerobak kayu, tak sempat kuingat keringat
lampu badai latat, bulan pun kenapa pucat
tak ada rambu-rambu di setapak telapak
yang memberiku lalu dengan gerobak kayu
roda menyentuh batu, sentuh yang satu per satu
lepuh lengan lapah bahu gerobak kayu
di masjid terus tadarus aku kenang sisiphus
batang-batang bakau bukan bongkah batu
suara laut aih ya lirihnya: sudah lama surut
pasir pantai kering langit tanpa kelambu
aku tidur memelukmu, gerobak kayuku
Feb2003
Saturday, February 15, 2003
Kenangan Berwarna Hijau Tua
ia datang serentak hujan, bunga mayang yang
luruh bersama setelah penyerbukan, dengung lebah
riuh bilah-bilah, rumput ditebas rebah, aih
rasanya tak cukup telinga mendengar dua belah.
(yang lebih megah dari konser sederhana ini, adakah?)
ia datang bersama arus sungai yang menuding ke wajah muara
kesanakah mengalir semuanya? dulu kutanyakan pada
anak-anak udang galah, jawabnya: tak perlu kau bertanya,
dulu kutanya juga pada angin lincah, jawabnya: tanyakan
saja pada akar kelapa, lalu kutanya pada tanah yang tabah,
jawabnya: sudahlah, nanti kau akan tahu juga.
(aku tidak bertanya pada laut jauh yang mengirim pasang waktu subuh)
masih saja, ia datang bersama hujan, bunga kenangan
yang tak mau luruh, menggenangkan aku ke tanya tak bermuara tak berhulu.
Feb 2003
ia datang serentak hujan, bunga mayang yang
luruh bersama setelah penyerbukan, dengung lebah
riuh bilah-bilah, rumput ditebas rebah, aih
rasanya tak cukup telinga mendengar dua belah.
(yang lebih megah dari konser sederhana ini, adakah?)
ia datang bersama arus sungai yang menuding ke wajah muara
kesanakah mengalir semuanya? dulu kutanyakan pada
anak-anak udang galah, jawabnya: tak perlu kau bertanya,
dulu kutanya juga pada angin lincah, jawabnya: tanyakan
saja pada akar kelapa, lalu kutanya pada tanah yang tabah,
jawabnya: sudahlah, nanti kau akan tahu juga.
(aku tidak bertanya pada laut jauh yang mengirim pasang waktu subuh)
masih saja, ia datang bersama hujan, bunga kenangan
yang tak mau luruh, menggenangkan aku ke tanya tak bermuara tak berhulu.
Feb 2003
Thursday, February 13, 2003
Translasi Pinta Pintu
jangan rusakkan, biar saja jaring laba-laba
itu memerangkap angan inginku, sampai
kaudengar aku berkata: lihat! ada juga
yang berumah padaku yang sekadar pintu
biar saja bangkai cecak di celah engsel itu
mengeringkan lupa lalaiku, jangan lepaskan,
sampai kaudengar aku berucap: lihat! ada juga
yang mau berkubur padaku yang sekadar pintu
feb2003
jangan rusakkan, biar saja jaring laba-laba
itu memerangkap angan inginku, sampai
kaudengar aku berkata: lihat! ada juga
yang berumah padaku yang sekadar pintu
biar saja bangkai cecak di celah engsel itu
mengeringkan lupa lalaiku, jangan lepaskan,
sampai kaudengar aku berucap: lihat! ada juga
yang mau berkubur padaku yang sekadar pintu
feb2003
Sunday, February 9, 2003
Translasi Kesadaran Koran
kematianmu telah kukabarkan di halaman depan
di sebelah tawaran jasa pembesaran alat kelamin: sebuah iklan!
tak ada, tentu tak ada yang berduka, sebab di bawahnya
ada berita tentang pemerkosaan, dan TKW yang
jeritannya jadi kutipan: "ribuan aku terjaring pelacuran!"
Tuhan?
ah, setahuku, Ia tak pernah jadi langganan, tapi
kemarin Ia janji akan mengirim surat pembaca
(sama denganmu, Ia hanya mengajukan keberatan)
Feb2003
kematianmu telah kukabarkan di halaman depan
di sebelah tawaran jasa pembesaran alat kelamin: sebuah iklan!
tak ada, tentu tak ada yang berduka, sebab di bawahnya
ada berita tentang pemerkosaan, dan TKW yang
jeritannya jadi kutipan: "ribuan aku terjaring pelacuran!"
Tuhan?
ah, setahuku, Ia tak pernah jadi langganan, tapi
kemarin Ia janji akan mengirim surat pembaca
(sama denganmu, Ia hanya mengajukan keberatan)
Feb2003
Translasi Jeritan Jembatan
jurang dan tebing ini
sudah kubuat tak punya arti
kalah dengan makna kata tabah
yang kutanam di dada dua tebah
di sini, aku tak pernah putus berharap
: suatu saat kelak pasti ada
engkau yang mau singgah
lalu berbagi kisah rumah,
bukan sekadar meludah
atau menumpah sampah
yang tak pernah sempat kuajukan
padamu, adalah sebuah tanya: kapan
aku bisa ikut kau seberangkan?
Feb2003
jurang dan tebing ini
sudah kubuat tak punya arti
kalah dengan makna kata tabah
yang kutanam di dada dua tebah
di sini, aku tak pernah putus berharap
: suatu saat kelak pasti ada
engkau yang mau singgah
lalu berbagi kisah rumah,
bukan sekadar meludah
atau menumpah sampah
yang tak pernah sempat kuajukan
padamu, adalah sebuah tanya: kapan
aku bisa ikut kau seberangkan?
Feb2003
Friday, February 7, 2003
Tuesday, February 4, 2003
Sajak Tipe 21
1. Telah kusuling
seluruh kata
jadi sajak yang
sangat sederhana
hmm, kenapa masih juga
kau tanya: ini artinya apa?
2. Bunga yang mekar tadi pagi
akan begitu lekas layu, katamu
luruh, selembar demi selembar.
Begitulah, tak juga kau sadar
dalam sajak yang sederhana ini
telah diajarkan oleh mawar
membalas budi kepada tanah dan akar.
Feb 2003
-----
Penyair dan Tiga Puisi yang Tak Jadi
(dengan tiga bait puisi tak jadi, penyair itu diringkus
sepi. Sungguh ia tak bisa membela diri)
bait 1: kekasih yang pergi, salahkah bila kuratapi?
bait 2: rindu yang sunguh, bodohkan bila kukeluh?
bait 3: cinta yang gagal, bolehkah bila kusesal?
(dengan tiga bait puisi tak jadi, penyair itu ditelikung
sunyi. Sungguh ia tak bisa lagi menyelesaikan itu puisi.
Feb2003
-----
Penyair yang Tak Mencari Puisi
orang-orang pergi meninggalkan puisi,
hendak kemana? "kami mau berburu puisi!"
orang-orang rakus membongkar kamus
mencari apa? "kami sedang menjebak puisi!"
orang-orang lompat-lompat merenggut kalimat
mau dapat apa? "kami ingin meringkus puisi!"
wah! orang-orang menelanjangi tubuh sendiri!
ketemu apa? "sial, kami malah kehilanganpuisi!"
penyair itu, "oh, tolong janganlah aku disebut-sebut."
nah! lihat, di puisi ini pun dia tak mau terlibat.
Feb2003
1. Telah kusuling
seluruh kata
jadi sajak yang
sangat sederhana
hmm, kenapa masih juga
kau tanya: ini artinya apa?
2. Bunga yang mekar tadi pagi
akan begitu lekas layu, katamu
luruh, selembar demi selembar.
Begitulah, tak juga kau sadar
dalam sajak yang sederhana ini
telah diajarkan oleh mawar
membalas budi kepada tanah dan akar.
Feb 2003
-----
Penyair dan Tiga Puisi yang Tak Jadi
(dengan tiga bait puisi tak jadi, penyair itu diringkus
sepi. Sungguh ia tak bisa membela diri)
bait 1: kekasih yang pergi, salahkah bila kuratapi?
bait 2: rindu yang sunguh, bodohkan bila kukeluh?
bait 3: cinta yang gagal, bolehkah bila kusesal?
(dengan tiga bait puisi tak jadi, penyair itu ditelikung
sunyi. Sungguh ia tak bisa lagi menyelesaikan itu puisi.
Feb2003
-----
Penyair yang Tak Mencari Puisi
orang-orang pergi meninggalkan puisi,
hendak kemana? "kami mau berburu puisi!"
orang-orang rakus membongkar kamus
mencari apa? "kami sedang menjebak puisi!"
orang-orang lompat-lompat merenggut kalimat
mau dapat apa? "kami ingin meringkus puisi!"
wah! orang-orang menelanjangi tubuh sendiri!
ketemu apa? "sial, kami malah kehilanganpuisi!"
penyair itu, "oh, tolong janganlah aku disebut-sebut."
nah! lihat, di puisi ini pun dia tak mau terlibat.
Feb2003
Saturday, February 1, 2003
Our 1'st Number Book, Shiela
- bersamamu, aku kembali belajar
cara-cara membaca-
angka 1
ya, ada sebuah ceri merah
di halaman pertama, di kebunku
dulu tak ada, karena di sana
cuma ada semak merambat
berbuah kuning, yang kalau kusebut
pun namanya kau tak akan tahu, yang pasti
buah itu bukan ceri, dan tak cuma sebuah,
dan warnanya bukan merah.
angka 2
ada kolam kecil di kebunku dulu
tempat dua kodok hijau
saling menghitung, "aku satu,
dan kau dua," kata kodok pertama.
"tidak, aku satu dan kau yang dua,"
kata kodok lain yang juga ingin
disebut sebagai kodok pertama.
angka 3
nah, satu sikat gigi ini untuk siapa?
"soalnya aku sudah punya, dan yang dua
untuk kodok hijau yang tadi ada
di halaman dua."
tunggu dulu!
tunggu dulu juga!
Kita kan cuma mau bilang, sikat
giginya ada: tiga ha ha ha!
angka 4
empat ekor bebek gemuk
empat ekor bebek gemuk jantan
(aku bisa ingat dari warna sayapnya)
apakah mereka perlu diberi nama?
tidak mereka perlu diberi bebek betina
supaya mereka bertelur, dan supaya
mereka tidak berkelahi, nanti kita
susah menghitungnya...
angka 5
apalah lima angka yang istimewa?
apakah tomat buah yang istimewa?
lima tomat
yang enak dibuat jus
tak perlu diberi nama
karena dia sudah punya
: jus tomat namanya!
angka 6
enam anak ayam
kita tak tahu jantan atau betina
semuanya berbulu lembut seperti sutra
di mana induknya?
kataku, "induknya mengeram empat telur lagi."
kau bertanya lagi, lalu aku jawab dengan nyanyi
"tek kotek kotek jambul...."
angka 7
bagaimana memomong tujuh kelinci?
gendong saja satu per satu, mereka
tak pernah saling iri
pangku saja satu per satu, karena
mereka tak pernah merajuk, karena
mereka tujuh ekor kelinci
angka 8
"delapan jeruk orange, bisa
jadi berapa gelas jus?"
kau kah yang bertanya? " maaf,
aku sedang mengenang jeruk nipis
yang tumbuh di antara pohon kelapa
burung keruang bersarang di salah satu
dahannya. aku tak pernah sempat
menghitung berapa telurnya. aku tak berkenalan
dengan angka delapan di sana. juga
tidak di buku pertama yang memang
tak pernah aku punya.
angka 9
delisi stroberi; sembilan biji
ah, terlalu banyak buah asing
di buku ini.
lalu angka nol ini, Abah?
dari mana datangnya bilangan
yang asing ini?
feb2003
- bersamamu, aku kembali belajar
cara-cara membaca-
angka 1
ya, ada sebuah ceri merah
di halaman pertama, di kebunku
dulu tak ada, karena di sana
cuma ada semak merambat
berbuah kuning, yang kalau kusebut
pun namanya kau tak akan tahu, yang pasti
buah itu bukan ceri, dan tak cuma sebuah,
dan warnanya bukan merah.
angka 2
ada kolam kecil di kebunku dulu
tempat dua kodok hijau
saling menghitung, "aku satu,
dan kau dua," kata kodok pertama.
"tidak, aku satu dan kau yang dua,"
kata kodok lain yang juga ingin
disebut sebagai kodok pertama.
angka 3
nah, satu sikat gigi ini untuk siapa?
"soalnya aku sudah punya, dan yang dua
untuk kodok hijau yang tadi ada
di halaman dua."
tunggu dulu!
tunggu dulu juga!
Kita kan cuma mau bilang, sikat
giginya ada: tiga ha ha ha!
angka 4
empat ekor bebek gemuk
empat ekor bebek gemuk jantan
(aku bisa ingat dari warna sayapnya)
apakah mereka perlu diberi nama?
tidak mereka perlu diberi bebek betina
supaya mereka bertelur, dan supaya
mereka tidak berkelahi, nanti kita
susah menghitungnya...
angka 5
apalah lima angka yang istimewa?
apakah tomat buah yang istimewa?
lima tomat
yang enak dibuat jus
tak perlu diberi nama
karena dia sudah punya
: jus tomat namanya!
angka 6
enam anak ayam
kita tak tahu jantan atau betina
semuanya berbulu lembut seperti sutra
di mana induknya?
kataku, "induknya mengeram empat telur lagi."
kau bertanya lagi, lalu aku jawab dengan nyanyi
"tek kotek kotek jambul...."
angka 7
bagaimana memomong tujuh kelinci?
gendong saja satu per satu, mereka
tak pernah saling iri
pangku saja satu per satu, karena
mereka tak pernah merajuk, karena
mereka tujuh ekor kelinci
angka 8
"delapan jeruk orange, bisa
jadi berapa gelas jus?"
kau kah yang bertanya? " maaf,
aku sedang mengenang jeruk nipis
yang tumbuh di antara pohon kelapa
burung keruang bersarang di salah satu
dahannya. aku tak pernah sempat
menghitung berapa telurnya. aku tak berkenalan
dengan angka delapan di sana. juga
tidak di buku pertama yang memang
tak pernah aku punya.
angka 9
delisi stroberi; sembilan biji
ah, terlalu banyak buah asing
di buku ini.
lalu angka nol ini, Abah?
dari mana datangnya bilangan
yang asing ini?
feb2003
Subscribe to:
Posts (Atom)