Seusai Memperagakan Diri yang Lain
Sajak Raditya Nugie
: Erie Prasetyo
seusai melangkah di punggung panggung,
seusai memperagakan diri yang lain, kita terjebak dalam ruang: percakapan panjang.
gaun kembang, cuma memenjara betis yang ragu.
ada sisa cahaya di dinding,
ada bayangan beranjak naik.
dan cermin itu, cermin di sudut lain itu, menampakkan jalan menuju diri.
Jakarta, 2012
ADA dua kalimat kunci yang membuat sajak di atas menjadi kuat. Pertama, ‘seusai memeragakan diri yang lain’. Kedua, ‘menampakkan jalan menuju diri’. Ibarat sel hidup, dua kalimat itu menjadi inti sel pemaknaan sajak ini.
Sajak ini ditulis berdasarkan selembar fotograf. Foto beberapa pemeraga busana, seusai atau sebelum tampil. Kata kunci sajak ini: punggung, betis, cahaya di dinding, dan gaun kembang.
Saya memilih membahas sajak ini, dari beberapa sajak lain yang sama baiknya, sebab ia bisa lepas dari fotograf yang menjadi titip tolak penulisannya. Kita di dalam sajak itu, bisa saja dianggap sebagai kita yang bukan para pemeraga busana itu.
Secara luas saya memaknai sajak ini dengan kalimat begini: kita sering lupa diri sendiri, atau sengaja menjadi orang lain dengan sengaja. Lalu kita sibuk bicara, yang hanya memerangkap, tak membebaskan, apalagi menemukan siapa kita sebenarnya.
Lalu, bait akhir itulah kunci kekuatan makna sajak ini: ada cermin - tempat atau kesempatan untuk melihat diri sendiri - yang tak disadari keberadaannya, padahal itulah jalan menuju diri.[]