1.
JAUH sekali pulang, ke dalam sendiri diri. Lama sekali sampai ke sebut nama sendiri. Susah sekali menemu, mencari diri sendiri.
2.
AKU kini kamus satu kata, setebal bantal raja, berisi hanya satu lema: letih, dan ribuan lembar uraiannya. Kau penyusunnya.
3.
MUNGKIN ada ribuan alarma! Berdering di hatiku ketika merecup benih cinta dari engkau, tangkai yang menari, melepas tebaran spora!
4.
AKU pembantai, ribuan cupid kucekik dan mati lunglai. Kenapa masih juga tak kuasa, padamu aku jatuh cinta?
6.
BERAPA selam bisa kita menyelam ke dalam hati dalam? Hati adalah sumur tak berdasar, lorong tak berujung, seperti koridor cahaya.
7.
KARENA cemburu, aku masuk berburu, ke malam yang lebat. Kukira bisa kutaklukkan hewan biru, penuba hatiku.
8.
RINDU kukira adalah jelaga, pada peita, cinta yang tak terbakar sempurna. Tak apa, ia bisa kita pisahkan dari Cahaya, bukan?
9.
JENUH itu mungkin sekantong ampas, kucelup sudah ribuan gelas, tak lagi ada rasa menyentuh, di lidahku yang kian kebas.
10.
BAHKAN gerbong ini pun tersesat, terlepas dari loko, dan rel yang tak biasa, bias ke arah lain: stasiun yang buas
11.
ANAK pipit, di sarang terbakar suatu petang. Tak sempat teriak, "bunda", pada induk yg mengabu sayapnya, mengarang tulangnya
12.
MENGUNYAH lirih, pedas daun sirih. Kita yang tak ada: kau dan aku, menumbuk perih.
13.
BELUM habis, kita isap resah, ketika sepasang gelas itu, di tangan kita, pecah. Mata kita, saling asah. Malam, makin tajam.
14.
DI remang meja kafe, dulu kita atur komposisi, jarak dua hati: kau tak akan lupakan aku, tapi tetap pergi. Begitu? Begitu!
15.
MULUTKU pengemis lunglai. Bibirmu kedai ramai. Bila kusinggah, lidahku lepuh, bagai tercelup panas kuah soto, gurih yg membiusku
16.
DILEMA, 2 lema tak bernama, tak bisa kusinggahi, kamus yg dulu kutinggalkan, blm kurampungkan. Tak mungkin ada pertanyaan, bukan?
17.
APA yg kubayangkan ttg tulus cinta? Daun hijau, mahkota jingga menduga bahwa warna yg merona padanya disebabkan oleh embun
18.
SEPERTI lampu atheist, bagaimana ia bisa tak iman pada cahaya? Seperti aku menolak kau, bagaimana aku bisa munkar Cinta?
19.
SEPARAH apakah rinduku? Ketika aku menangis karenanya, labirin jalanku mengurai diri, menyusun jalur lurus menujumu.
20.
PERTARUHAN penghabisan. Aku letakkan hidup yang edan. Di meja-Mu, perjudian terakhirku.. Ayo, segera bagikan kartu!
21.
KAUKAH yang melintas, sepintas, antara riuh terompah dan senyap telimpuh? Aku tak menghitung utuh, angka pecah, sudah berapa subuh?
22.
AKU tak akan ucapkan itu: baiklah, kata yang tidak baik itu. Apa baiknya? Kau pergi, aku tahu kenapa dan kemana. Baiklah?
23.
KAU pergi. Padaku tertinggal sebilah kenapa, seperti pisau yang menikam-nikam, menggali di kepala.
24.
AKU kata, lari, dari kalimatmu yang terlalu sering mengucap sendiri. Aku kata, ingin bikin tempat, bagi pelarian sendiri.
25.
AKU mau menunggu, tapi tidak dengan waktu yang liat itu. Lihat, dia tak tertebas, pedang jam, yang sesungguhnya makin tajam.