AKU ingin senantiasa sesat ke sana,
Ah, selalu aku kira ada ruang rahasia.
Tempat sesiapa seperti aku sembunyi,
lalu menemukan apa yang tak tercari.
Di sana, aku bertemu Waktu, duduk di
tebal bangku kayu. Dia yang sibuk
itu, tampak santai sekali, menyantap
mie goreng salihara. "Kesinilah kalau
mau menaklukkan aku," katanya padaku.
Lalu dia mengajak aku berkeliling,
ke teater itu, ke galeri itu, ke kafe
atap itu, ke serambi itu, ke musala
itu, ke toilet itu, ke kedai cindera
mata itu, ke ruang kerjanya yang entah
di sebelah mana. Ah, aku tak sempat
heran, di sini, dia, si Waktu itu
ternyata bekerja, ada tempat untuknya.
Aku tak bertanya, dibayar berapa dia.
Waktu? Ah, pasti mahal sekali tarifnya.