DIA yang sudah terkupas dan teriris,
di mangkok itu tergiur pada lidahku.
Aku, mengelak dingin penyejuk kamar,
Ingatan ke subuh yang jauh dan samar
Pohon setua hikayat, bercabang piton.
Kutunggu luruh buah, akil balig bocah.
Kau adalah mangga jatuh, yang kurebut,
dari udara yang tak utuh. Siapa yang
perlu pisau? Bilakala lekas kau kugugut.