ANAK lelaki itu mengenakan kemeja lengan panjang pertama yang ia miliki. Itulah pakaian terbaik yang ia miliki saat itu. Digantungnya seragam pramuka di balik pintu. Semalaman diselesaikannya 40 lembar komik strip. Ya, 40 lembar! Komik itulah yang hendak ia antarkan ke kantor surat kabar di kotanya. Surat kabar itu baru saja terbit.
Dia membayangkan kelak menjadi kartunis setenar Charlie M Schulz. Nama yang tidak dikenal oleh teman-teman sekelasnya. Padahal nama itulah sang kreator Snoopy anjing milik Charlie Brown yang banyak ia dilihat di buku tulis, tas dan pena teman-teman sekelasnya.
Perempuan itu - menurutnya saat itu adalah wanita dewasa paling cantik yang pernah ia temui, yang kelak ia kenal sebagai sekretaris redaksi surat kabar pertama di kotanya itu - menerimanya dengan ramah. Lupakan senyum itu, katanya menenangkan gugupnya sendiri. Ingat 40 lembar komik stripmu!
Amplop tebal itu pun ia sodorkan dengan kalimat pengantar yang kacau. Tapi, perempuan tercantik itu tampaknya mengerti. Mengerti kegugupannya, mengerti maksudnya. Amplop itu pindah tangan. Beberapa komik stripnya ditarik lalu dimasukkan lagi. Satu kalimat pujian didengarnya.
"Hari ini tak ada redpel. Pimpred juga tak ada. Senin besok datang lagi ya..."
Redpel? Pimpred? Jabatan mentereng di surat kabar itu pertama kali didengarnya dari mulut wanita dewasa tercantik yang pernah ia jumpai.
***
"Berapa hari menggambarnya?"
"Satu malam."
"Satu malam?"
"Ya..."
[bersambung]