PUISI yang baik bukan sekadar tempat kita menyimpan kisah hidup menjadi rahasia-rahasia di dalam bait-baitnya. Puisi yang baik bukan sekadar main petak umpet makna di balik kata-kata yang dicanggih-canggihkan. Puisi yang baik bukan sekadar menyaman-nyamankan bunyi dengan pilihan kata yang dicocok-cocokkan.
PUISI yang baik justru membuka rahasia kehidupan. Bisa jadi rahasia kehidupan yang diungkapkan adalah pengalaman atau penghayatan pribadi si penyair sendiri. Seberapa banyak pembaca yang kemudian merasa menemukan makna rahasia kehidupan itu lewat puisi itu, itulah yang menentukan seberapa bernilaikah puisi tersebut.
KERJA menyair yang membuka rahasia kehidupan itu bukannya tanpa risiko. Hati-hatilah dengan rahasia yang sebenarnya bukan lagi rahasia. Jangan terlalu lekas merasa telah menemukan sesuatu padahal sebenarnya hanya kita saja yang selama ini belum tahu soal itu, sementara di luar sana rahasia itu sebenarnya bukan lagi sebuah rahasia baru.
KITA kutip sebait prosa liris dari Sang Nabi, Kahlil Gibran: "... Anakmu bukanlah anakmu. Mereka putra-putri kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri..." Banyak orang yang punya anak. Tapi, tak ada yang sampai pada kesimpulan seperti ini sebelum Gibran. Ia seakan menyelesaikan sebuah rahasia tentang hubungan anak dan orangtua yang sesunguhnya. Sebuah rahasia terbuka. Dan tidak ada yang membantah rahasia itu. Kerja menyair Gibran menjadi tidak sia-sia bahkan sangat berarti karena kemudian banyak yang diam-diam memedomaninya, menjadikan bahan koreksi untuk bersikap.
AYOLAH, terus menyair. Masih banyak rahasia hidup yang mesti dibuka, mesti dipuisikan.***