Tuesday, June 21, 2005

Di Kebun Apel

Sajak Rainer Maria Rilke

Kemarilah engkau, saksikan matahari jatuh
langkahi senja hari, lintasi hijau taman buah
bukankah ini seperti kita yang sekian lama
memunguti, menyimpan dan saling memiliki
kenangan lama? Menemukan, merelakan dan mencari
harap baru, mengingat lagi suka yang separo terlupa,
terbancuh dengan gelap yang menjelma dari dalam,
seperti kita menyuarakan benak dengan teriak acak
menjelajah di naungan pohon-pohon habis panen,
mengenang cukilan kayu Durer, cabang-cabang
yang runduk tersebab berat buah minta dipetik,
sabar menunggu, mencoba memperlama usia, agar
terlayani kerja seratus hari musim berikutnya,
meregang, menahan keluh, bukan mematahkan
tapi menggilirkan, walaupun beban itu mestinya
di saat yang sama bagai membobol daya tahan.
Tidak tergoyah! Tidak menemu apa yang kurang.

Begitulah semestinya, ketika kerja kerasmu
selama hidup yang panjang tanpa keluh kesah
bertekad pada satu tuju: memberikan diri sendiri.
Lalu diam-diam tumbuh, lalu memanenkan buah.