TANGISMU lirih-rendah dan panjang, tapi 
tak akan sampai padaku, itu sebabnya 
aku pun menangis, agar di suatu sumur, dua
alir duka itu bertemu: berbaku-sedu, 
beradu-sedan! Kita, akan datang ke sana, 
mengenali hangatnya, dan singgah sekadar
sebentar, engkau sebagai mufasir, aku 
adalah musafir, mengulang wudhu yang batal.
"Ini sumur Usmankah?" tanyaku pada lelaki
tua, penjaga musala kecil di situ. Ia hanya 
tersenyum, lalu azan asar, memanggil kita 
sembahyang, dan dia menghilang. Tinggal kau dan 
aku, bermakmum rembang bayang-bayang petang. 
Kita mungkin tak ingin berangkat lagi, ini
seperti rumah yang baginya kita hendak baca 
doa dari dua nabi: Ibrahim dan Ismail,sambil 
belajar menangis lagi: tangis yang lain.