AKU kira aku akan datang di rumah yang berbeda. Ternyata, tidak.
Dia tuan rumah yang sama, yang baru saja menerima seribu tamu.
"Sudah delapan belas tahun aku tak kerja di kantor," katanya. Aku
tebak, selama ini dia kemana saja. Aku tahu alamat kantor lamanya.
Aku kira kami akan bicara lama, tentang harga satu krat air kaleng,
dan Mahmud sahabatnya yang Temberang, dan Tetap Temberang,
tentang setoples kue lidah kucing, atau kursi baru di gedung dewan.
"Di sana," katanya, "satu perkara, bisa ditanggapi dua puluh minda,
ada yang asal saja bicara, ada juga yang entah hendak bicara apa."
Ah, aku kira nanti kami akan sama-sama siaran di radio itu, bergantian
membaca puisi, membahas satu bait saja, dengan seribu tafsir makna.