INILAH contoh dari apa yang selalu kita yakini, bahwa puisi adalah perihal mau bilang apa dan bagaimana bilangnya.
Tiba-tiba kita ingin mau bilang "selamat hari raya Idulfitri". Kita lalu menyusun kata-kata sendiri, menjadi kalimat yang berbeda satu sama lain. Berbeda? Ah, ada juga yang sekadar mengucap, asal ucap saja, tak peduli apakah ucapannya khas atau cuma mengulang-ulang apa yang sudah pernah dipakai orang lain.
Memang tak semuanya berniat menulis puisi, jadi tak semua ucapan itu jadi puisi. Sebagian besar memang hanya ingin mengucapkan sembarang ucap, karena butuh mengucap.
Penyair tak menunggu hari raya. Setiap saat bisa jadi hari rayanya. Penyair selalu tergerak untuk mengucapkan banyak hal yang tak dipedulikan oleh orang lain. Penyair asyik mencari cara-cara mengucap, sehingga apa yang ia ucapkan menjadi menarik, menggugah, menyentuh, mengesankan dan menyadarkan atau bahkan mencerahkan orang lain yang membaca.***