[1] DEMI wadah bagi segenggam beras
harus kau panjat ke pucuk kelapa
Merampas menebas kuncup tunas,
yang bahkan masih teramat pucat
Yang tinggi, memang harus dijemput?
Agar turun lekas, tanpa menunggu saat
jatuh, saat telah lapuk dan rapuh.
[2] Demi bentuk bagi segenggam beras
harus kau jalin lembar-lembar pita janur
Agar beras yang segenggam itu tahu batas
[3] Demi panas bagi segenggam beras,
harus kau jaga nyala di bawah tungku
Demikian, panas api itu tuli dan buta
dia ada dengan meniadakan kayu-kayumu,
Dia ada menembus, merebus, mengukus,
yang segenggam itu pun tunak dan tanak.
[4] Demi amsal bagi segenggam beras!
Maka, metafora seperti apa yang masih
saja malas kau maknai, Saudara?