Kakak Mia, Kakak Mia,
             minta anak barang seorang
hanya lumpur yang kini mengalir di sungai kami
melenyau bahkan sebelum sampai ke muram muara
di sana berkumpul kami,
             anak yang tak punya mimpi
mengais apa saja: sisa alasan untuk bergembira
sebelah duka berjalin dengan sebelah putus asa
melengkungkan gerbang mengucap selamat sia-sia
kami anak-anak merunduk bergantian memasukinya
pasrah atau menyerah pada nasib buruk sendiri
kalau dapat, kalau dapat
             hendak saya bawa berperang
lalu kami rindukan kecamuk pertempuran sendiri
antre panjang di depan meja si pencatat harapan
dia yang memberi nomor pada para prajurit bayaran
mati di perang-tak-beralasan
             atau dibantai kemiskinan
keduanya bukan pilihan:
             keduanya tak menjadikan pahlawan
tapi setidak-tidaknya,
         bagi kami sejak itu musuh sudah ditentukan
itu yang kurus yang saya ringkus,
             boleh dia menyandang karabin