Saya menemukan sajak bagus di blog capunghijau. Saya langsung suka sajaknya. Kala kira, kalaupun dia menyebut dirinya pemula, maka sesungguhnya dia adalah pemula yang luar biasa.
Kelamin
Sajak Gema Yudha
sejak kemarin pasar kehilangan toilet
pada sebuah pagi selembut es krim mereka berlari menuju saku gaultier
sambil menyiulkan umbrella menuju iklan-iklan di televisi
dan mulai pagi itu kita kehilangan airmata
mencoba mengiklaskan kelamin yang ditonton sinetron
setelah meminum cocacola zero handphonemu berdering
mengabarkan kelamin yang ingin kencing
“ halo, cari tempat gelap dong”
o, tentu saja kelaminkelamin semakin berkerut
ternyata krim anti-aging tak mampu merubah kelaminmu yang cemberut
tiap hari menggigil sepi dalam dering nokia
ternyata membikin burung burung jadi kakaktua
DIA seorang yang menjabarkan dirinya begini: karena dengan melihat saya belajar, dan dengan belajar saya mencoba hidup. maka seperti capung yang memiliki ribuan mata, saya berusaha membuka mata terhadap apapun. maka apa yang tertulis di sini hanya catatan yang-mungkin-tak berisi, karena capung itu masih hijau.
Saya menemukan sajak di atas di blognya capunghijau. Saya langsung suka sajaknya. Kala kira, kalaupun dia menyebut dirinya pemula, maka sesungguhnya dia adalah pemula yang luar biasa. Lihat sajak di atas. Similenya pas dan menarik (selembut es krim), imajinya liar (mengiklaskan kelamin yang ditonton sinetron), pengamatannya atas kekinian amat tajam (setelah meminum cocacola zero handphonemu berdering), ungkapan-ungkapannya pun amat menjanjikan (pasar kehilangan toilet, hari menggigil sepi dalam dering nokia).
Sajak ini menarik untuk didalami lagi. Sementara penyairnya hanya perlu diingatkan soal konsistensi penulisan kata ulang. Apakah 'kelaminkelamin' (buang tanda sambung dan gabungkan) atau 'burung burung ' (pisah dan tak digabung), juga soal perubahan kata dasar karena awalan ('merubah', seharusnya 'mengubah).[]