APTRONIM. Pemberian nama, atau penyebutan diri seseorang sesuai dengan keadaan, sifat atau pekerjaan orang tersebut.
Contoh:
a.
....
Hati-hati Pak Guru, hujan tampaknya segera turun,"
kata orang-orang kampung yang membantu
mendorong perahunya.
....
("Perahu", Joko Pinurbo, ibid)
Beberapa aparat memeriksa tubuhnya yang masih hangat
dan menemukan sesobek surat: "Pak Petugas, tolong sampaikan pinsil
dan buku tulis ini kepada anak-anakku
....
("Perahu, ibid)
b.
"Mau ke mana, Wuk?"
"Ke Selatan situ."
"Mau apa, Wuk?"
"Menangkap kupu-kupu."
("Tiga Sajak Kecil", Sapardi Djoko Damono, "Ayat-ayat Api", Pustaka Firdaus: Jakarta, 2000)
c.
"Selamat malam, ular," sapaku
Langit merayap di luar
bersama gerhana yang tak wajar
("Refrein Hotel", D Zawawi Imron, "Refrein Sebuah Dam", Bentang: Yogyakarta, 2003)
d.
....
Aku sering lupa dulu ibu suka berkata apa.
Aku gemetar. Tubuhmu makin cerdas dan berbahaya.
Ibukata, temanilah aku.
("Malam Pertama", Joko Pinurbo, "Kekasih", KPG: Jakarta, 2004)
"Selamat malam, pasien." Tanpa bicara ia periksa mata saya.
"Dokter, apakah saya harus pakai kacamata."
Tidak perlu kacamata. Hanya perlu dicungkil.
("Dokter Mata", ibid)
Bukankah dia sendiri yang dulu menghadiahkan
topeng itu kepada saya? Saya periksa si culun,
wajahnya tetap saja begitu: dingin, menggoda, pemalu.
....
("Teman Lama," ibid)
Ibunya menepuk pantanya: "Kau telah dinakali waktu,
Buyung? Kok tubuhmu terhuyung-huyung?"
"Wah, juragan dari Jakarta pulang kampung,"
beliau menyapa. Aku jadi malu dan salah tingkah.
......
("Dengan Kata Lain", ibid)
e.
Juru bisikku, kaukatakan dunia ini makna.
Kebebasan. Akhirnya datang kutukan itu.
Mencari. Tidakkah engkau budak Tuan Eksistensi?
Sepanjang hari, berabad-abad memikul kata: Makna,
....
hanya pada dirimu. Juru takdirku. Juru takdirku.
....
("Kutukan Itu", Gus tf, "Daging Akar", Penerbit Buku Kompas: Jakarta, 2005)
Gus tf, pada contoh terakhir itu, dengan sangat baik memanfaatkan majas aptronim. Dia memberi nama kepada yang membisiki, yang mengatur takdir manusia. Siapa yang bisa menolak bahwa itu adalah pekerjaan Tuhan yang kita percayai ada? Siapa yang bisa menyalahkan kalau penyair kita ini lantas memberi nama Jurus Bisik, dan Juru Takdir kepada-Nya? Sebuah jurus menyair yang pintar, dan kita tentu boleh meneladaninya.
Sekilas, majas aptronim memang mirip dengan antonomasia. Lantas apa bedanya? Agak sulit mencari contoh penggunaan aptronim dalam sajak. Contoh aptronim yang paling mudah adalah penyebutan nama-nama seperti: Hasan Gerobak, untuk membedakan si Hasan yang tukang gerobak itu dengan Hasan Kebo atau Hasan Jagal, yang jelas-jelas kata Kebo dan Jagal itu merujuk ke pekerjaan si Hasan dan Hasan yang lain yang bukan Hasan Gerobak. Contoh lain misalnya nama Udin Nganga. Banyak sekali Udin, tapi hanya ada satu yang mulutnya kebanyakan selalu menganga, dia adalah Udin Nganga. Nganga merujuk ke sifat, atau keadaan si Udin, bukan pekerjaannya.