ALEGORI. Pengunaan cerita, petikan dari cerita (terutama nama tokoh dan nama tempat dalam cerita itu) sebagai lambang untuk menjelaskan atau menyampaikan sesuatu yang mengandung ajaran atau nilai-nilai kehidupan.
Contoh:
a. Kamu Sangkuriang, bukan? Cinta bisa mengubah darah!"
("Libido Sangkuriang", Sitok Srengenge, "Nonsens" Kalam: Jakarta, 2000)
b. ...Teleponlah aku pada jam pulang kerja, sebelum melepas tali sepatu, seperti balladamu yang penuh sabun: Cinderella, Toffler, Nasibitt...
("Sebuah Kantor dan Warna-warni", Afrizal Malna, "Kalung dari Teman", Grasindo: Jakarta, 1999)
c. Sekali akan turun lagi
kapal Nuh di pelabuhan malam
tanpa kapten
hanya Suara yang berseru ke setiap hati:
"Mari!"
("Kapal Nuh", Subagio Sastrowardoyo, "Simphoni", Pustaka Jaya: Jakarta, 1975)
d. kueja setia, semua pun yang sempat tiba
sehabis menempuh ladang Kain dan bukit Golgota
sehabis menyekap beribu kata, di sini
di rongga-rongga yang mengecil ini
("Prologue", Sapardi Djoko Damono, "DukaMu Abadi", Bentang: Yogyakarta, Cet.2. 2004)
e. Dikutuk-sunpahi Eros
Aku merangkaki dinding buta,
Tak satu juga pintu terbuka
("Lagu Siul", Chairil Anwar, "Aku Ini Binatang Jalang", Gramedia: Jakarta, Cet.8, 2000)
Sangkuriang, Cinderella, kapal Nuh, ladang Kain dan bukit Golgota, Eros, adalah tokoh dan nama tempat dalam cerita yang masing-masing mengandung nilai-nilai kehidupan. Penyair tidak sekedar menempelkan nama-nama itu di bait-bait sajaknya. Penyair tentu telah mempertimbangkan keutuhan sajaknya, dan kepadatan makna yang hendak ia sampaikan di dalam sajaknya, dengan menggunakan nama-nama itu, memanfaatkan khazanah alegori itu.