Catatan: Sebuah puisi lama.
Tiba-tiba saya ingin
sekali menampilkannya.
Dengan sedikit utak-atik
UNDANGAN PERNIKAHAN UNTUK BUNDA HAWA
ketika membuka undangan pernikahanmu, Na
bunda Hawa berlinang air mata, bunga-bunga tangis
kasihnya berjatuhan di tanah surga, tumbuh
jadi melati, jadi mawar, jadi kenanga
"aku tak akan bisa datang. kau tahu,
bapak Adam tak suka pesta." Tapi
ia mengirim roncean melati ke sanggul pengantinmu
ia hembuskan sihir mawar di matamu
ia tebarkan bius kenanga di ranjang peraduanmu
: sambil mengenang malam pertama,
ketika tuhan mengusir mereka ke dunia ah, katanya,
"aku malu melihat yang telanjang padaku
di surga kami tak sempat menikmati nafsu."
ketika membaca undangan pernikahanmu, Na
bunda Hawa mengelus dada, "tak ada yang datang
ketika Tuhan menyandingkan kami di surga
: kecuali iblis dan kobra, tapi mereka
tak datang dengan tahniah dan doa.
ketika menyimpan undangan pernikahanmu, Na
bunda Hawa terkenang putranya Habil dan Qabil.
ah, ujarnya, "setidaknya aku masih bisa berbahagia
karena anak-anakku belum jera atas
derita yang masihkah bernama Cinta?"
batam, 5/3/2002