Lansekap di Sebuah Mimpi
untuk Engkau: Salvador Dali
Dan, kuas itu meneruskan imajinasi, tak bisa kuikuti.
Tulang iga langit berkaki pada delapan penjuru angin,
ada putih yang sabar bertahan dari godaan hitam,
air mata mengeras, membatu di sudut matahari itu.
Waktu, waktu meleleh, jarum jam tersangkut di sela gigi:
bumi yang terus mengunyah batu pijar. "Haus, haus!"
Dan, kuas itu meneruskan imajinasi, tak bisa kuikuti.
Masih ada tempat untuk tempat tidur lain? Mimpi lain?
Bantal-bantal melayah, warna langit merah, hujan darah.
Ada pisau memotong-motong sepiring daging kuda,
siapa yang hendak menyantap bersama ringkiknya?
Pelangi putus, sebelum selesai lagu dari piano besar.
Ada yang bermain kelamin sendiri, tengkorak sendiri.
Dan, kuas itu meneruskan imajinasi, tak bisa kuikuti.
Salvador, adakah boneka membusuk di kabin taksi?
Kuulangi, adakah boneka membusuk di kabin taksi?
Kau tak menjawab, dan baiklah aku setuju saja, katamu,
kau dan si gila bedanya cuma satu: kau tidak gila!