1
Pada genangan peluh dan sperma,
kita mengaca sia-sia. Tak ada
wajah kita di sana: cuma doa berdusta.
Dan dosa.
2
Seusai sebuah sanggama,
kau masih juga suka iseng bertanya:
tentang cinta.
Aku tak pernah
menjawabnya, cuma bercerita,
(dongeng iblis dan ular sanca).
Dan kau tak percaya.
Aku juga.
3
Kita regangkan pelukan, juga tatapan
membagi dua lagi: tubuhmu dan tubuhku,
mengenakan lagi wajahmu dan wajahku.
Lalu kita bermimpi dua versi,
kau mengigaukan sprei yang harus dicuci,
aku? menuntaskan mandi puisi tak jadi.
4
Jangan berterima kasih, katamu,
sebab kau juga menikmatinya.
Kataku, "namamu siapa?"
Jangan juga minta maaf, katamu,
karena kau dan aku sama salahnya.
Kataku, "kita di mana?"
"Bisikkan saja cinta, bisikkan saja,"
meski kau tahu itu tak lebih dari dusta.
Aku cuma diam, diam yang juga berdusta.
5
Selalu ada yang makin erat terjerat,
ketika luncas jua engkau kulepas.
"Tuangkan, tuangkan semua," tubuh
yang dahaga lagi mengerang meminta.
6
Di luar, sepi menyentuh jendela kamar
Di hati, mengusap tajam ujung nyeri
Mar 2003
/setelah sebuah singgasana/
Yono "Jibsail" Wardito
pada kenangan buluh dan purnama
kita membaca sisasisa. tak ada doa kita disana: cuma wajah berdusta.
dan Noda.
Note: Reply ini disalin dari milis penyair (20/3), dengan catatan dari penyair, "yang lainnya gak kulanjutin, soalnya ada kata 'cinta' nya. Hehe!"