/1/
DI kamar mandi yang sungguh khidmat
kuintip telanjang sukmaku, dengan mata
puisi yang tersembunyi di balik cermin
yang ternyata memperdayaku selama ini.
LHO? Mana satu-satunya jeroan yang kemarin
masih aku sisakan?
/2/
AH, akhirnya kau datang juga, wahai tubuhku.
Kuucapkan saja selamat kembali, Saudara.
Pakailah kembali sukma telanjang ini, setelah
kau mengembara tak tentu arah, kesana kemari,
dari mimpi ke mimpi.
KAU pasti letih, Saudara. Dunia di luar sana
memang sungguh jalang bukan alang kepalang.
Banyak yang tega tak terduga-duga, bukan?
/3/
ADA sepotong tubuh tertinggal di balik bikini,
tergantung di kamar ganti, eh, kamar mandi.
Siapakah tadi yang ceroboh keluar masuk
di bikini ini, di kamar mandi ini, sampai lupa
mengenakan tubuhnya kembali?
/4/
KALAU tubuhmu danau telanjang, hanya
ditutupi selebar daun teratai dan sejumput
kiambang, siapa yang tak tergiur ingin berenang?
SST, ada mata jalang, burung elang, mengintip
di balik dahan pohon banuang. Lalu, dikabarkannya
kemolekan kau gelombang, kepada alang-alang,
kepada belalang, dari padang ke padang.
LALU mereka yang tak bisa terbang, terjun
saja ke dalam ketat peluk bayang-bayang.
April 2003
Blog ini adalah daerah cagar, suaka bagi sajak-sajak, terjemahan, dan esai-esai Hasan Aspahani. Hal-ihwal yang pernah hilang dan ingin ia hapuskan.
Monday, March 31, 2003
Sunday, March 30, 2003
bolehkah kulaporkan kabar ini dengan air mata saja?
tapi akulah air mata itu, menetes dari tangis letih
anak-anak yang terusir dari peluk buai ibu-bapa.
bolehkah kulaporkan peristiwa ini dengan diam saja?
tapi akulah diam, satu-satunya daya yang tersisa
di bawah hunus senjata berpeluru darah berbisa
bolehkah kulaporkan fakta ini dengan rintih saja?
tapi akulah sakit luka yang menyimpan lirih rintih
suara yang ditindih iklan rokok dan jins buatan USA.
Mar 2003
ada yang berlari, jejak-jejak tank lapis baja dan sepatu lars tentara
ada badai yang mengajakku menari di gurun-gurun berbatu letih ini
ada cadangan minyak di tubuhku (fosil darah sejarah diragi waktu)
ada petani tergesa memanen tomat yang berakar lebat di humusku
ada yang tak sempat dikubur, kering genang merah, pecahan peluru
tak ada yang bertanya padaku, bagaimana harus melaporkan semua
itu di depan mata hatimu, di siaran prime time, langsung di layar TV-mu.
Mar 2003
Subuh tadi, telah kutembus jantung
seorang serdadu, tepat di detaknya!
Seperti masih sempat kudengar, jeritan
terakhir itu (Tuhan juga yang diseru..)
di depan TV, saat tayangan ini, adakah
yang menangisi cerita sia-sia ini?
(Baiklah, Pemirsa, kusebut saja
: namaku peluru. Kukutuk senapan otomatis,
tapi siapa yang menarik pelatuk picu?)
Mar2003
Friday, March 28, 2003
Pulang dari pemakamanmu, aku
membawa sekepal lempung
bekas galian liang kuburmu.
Biar beginilah kukenang kesedihanku.
Dulu kita suka menempa mainan
bersama. Gumpal liat lalu jadi apa saja:
hiu, raksasa, huruf X, tentara, biji mata,
kaki kiri, apa saja (kecuali bunga-bunga).
Pulang dari pemakamanmu, aku
melihat langit, ada banyak
sekali julur bentang benang
tanpa layang-layang.
Mungkin beginilah cara engkau
menegur kemuramanku.
Ada sisa kertas minyak, buluh
belum dipotong sama panjang,
lem kanji mengering, eh ada
yang putus (tak sempat mengerang).
Pulang dari pemakamanmu, aku
pulang ke rumah pantai, rumah yang
mengasuh anak-anak imaji kita,
ombak kembali ke laut, pasir
menggambar sendiri: bentuk-bentuk
yang amat kukenal, tapi kini
tak lagi sepenuhnya kumengerti.
Jejakku jekakmu, di sana kejar mengejar.
Mar 2003
Thursday, March 27, 2003
Hasan Aspahani
sebotol mimpi - sekotak nyeri - tak ada pilihan - segenggam gigil - segalau igau - sebancuh sunyi dan jampi-jampi - fffuaah! - maka sebentang diam - panah terengah - gagal menikam jantung bulan - malam pecah - gelap tumpah ----------- (ada yang tak ingin kembali.......)
Mar 2003
Note: Sajak Heri "Ompie" Latief berikut mengilhami sajak di atas. Thanks Ompie.
/KOKTIL/
Heri Latief
dua botol bir, sebotol manson, sekotak lechi, segenggam es batu,
koktil malam ini? sunyi, jadi jampi-jampi. pilihan hidup semakin
ngeri. mabuk, diantara keramaian pasar malam. diam. memanah rembulan,
mencuri mimpi. kembali sepi.
Monday, March 24, 2003
Ayo, mari kita bunuh diri!
Jangan kau anggap serius ajakan ini,
kita toh sudah berkali-kali mati?
Saat itu kita belum siap dengan puisi
hanya sempat nulis janji saling ziarahi.
Mari kuajak lagi: Ayo, main mayat-mayatan!
Ada banyak keranda di kolong rumah,
tempat favorit untuk sembunyi dari penagih cicilan umur.
Di sana sering juga kita telanjur tertidur.
Sampai terjaga, tiba-tiba, dibangunkan hidup yang ngelindur.
Ayo, kita terus terang saja!
Mana yang lebih OK: hidup pura-pura atau mati sebenarnya?
"Ada pilihan ketiga," katamu, "yaitu pura-pura yang sebenarnya..."
Kita ngakak, dan sejenak benar-benar jadi lupa
ini kuburan umum, ada tanda disana: dilarang pura-pura tertawa.
Mar2003
Sunday, March 23, 2003
negara - pesawat tanpa awak - teluk persia - tim inspeksi - tomahawk - agama - laut merah - baghdad - sky TV - raja hamurabi (1792 M) - kuwait - ultimatum - resolusi 1441 - pearl harbor - gurun - ekonomi - partai baath - headline - demo antiperang - euro - harga minyak - pidato - kurdi - israel - kofi annan - 120 km selatan karbala - tank T-72 - walker - arab - iraqi petroleum company - penjara - nasser - 500 anak tewas - kolonialisme - obat - gerbang tuhan - laut - khomeini - al jazeera - doa - doa - kamera - artileri - peta - laporan khusus - yordania - patriot - doa - petualang - peluru - logistik - langit - tirkit - pasir - ledakan - jerit doa - asap - radar - teroris - newsweek - halaman 1 - bendera - doa - siapa? - 125 knot - doa - 1.000 rudal - tapal batas - doa - mati - sirine - sepatu lars - masker - api - doa - helikopter sea king - hulu ledak - navigasi - jenderal - senjata kimia - doa - peta - langit - doa - doa - peta - langit - langit - doa - peta - doa - langit - doa - doa - doa - peta - peta - langit - doa - doa - doa - doa - do - a - ku....
Mar 2003
Saturday, March 22, 2003
Thursday, March 20, 2003
1
suatu hari di antara arus eftrat dan tigris
sekawanan lebah mengumpulkan nektar darah
amis madu bangkai-bangkai sejarah serdadu
2
dendam yang merecup subur di ladang-ladang
hitam mesopotamia, siapa yang menuainya?
eh, ada kupu-kupu bersayap besi dan peluru
3
dengung capung, "aku sisa evolusi berabad-abad
kusinggahi sudah samarra, ur, niniveh, baghdad
ada yang terlupa pada piktograf dan babad-babad"
4
lalu datanglah melayat berjuta-juta lalat
taman babilonia terkubur unggun mayat
wahai kitab suci, bisakah ayatmu diralat?
5
maka dikabarkan lewat dongeng semut-semut
penaklukan yang luput di padang-padang rumput
meninggalkan remah racun dan mesiu tak tersulut
6
dalam bahasa serangga, mari kita simpulkan
dalam rumah manusia bernama peradaban
perang adalah rayap yang riuh meruntuhkan
Mar 2003
Tuesday, March 18, 2003
Setelah Sebuah Sanggama
Pada genangan peluh dan sperma,
kita mengaca sia-sia. Tak ada
wajah kita di sana: cuma doa berdusta.
Dan dosa.
2
Seusai sebuah sanggama,
kau masih juga suka iseng bertanya:
tentang cinta.
Aku tak pernah
menjawabnya, cuma bercerita,
(dongeng iblis dan ular sanca).
Dan kau tak percaya.
Aku juga.
3
Kita regangkan pelukan, juga tatapan
membagi dua lagi: tubuhmu dan tubuhku,
mengenakan lagi wajahmu dan wajahku.
Lalu kita bermimpi dua versi,
kau mengigaukan sprei yang harus dicuci,
aku? menuntaskan mandi puisi tak jadi.
4
Jangan berterima kasih, katamu,
sebab kau juga menikmatinya.
Kataku, "namamu siapa?"
Jangan juga minta maaf, katamu,
karena kau dan aku sama salahnya.
Kataku, "kita di mana?"
"Bisikkan saja cinta, bisikkan saja,"
meski kau tahu itu tak lebih dari dusta.
Aku cuma diam, diam yang juga berdusta.
5
Selalu ada yang makin erat terjerat,
ketika luncas jua engkau kulepas.
"Tuangkan, tuangkan semua," tubuh
yang dahaga lagi mengerang meminta.
6
Di luar, sepi menyentuh jendela kamar
Di hati, mengusap tajam ujung nyeri
Mar 2003
/setelah sebuah singgasana/
Yono "Jibsail" Wardito
pada kenangan buluh dan purnama
kita membaca sisasisa. tak ada doa kita disana: cuma wajah berdusta.
dan Noda.
Note: Reply ini disalin dari milis penyair (20/3), dengan catatan dari penyair, "yang lainnya gak kulanjutin, soalnya ada kata 'cinta' nya. Hehe!"
Monday, March 17, 2003
baiklah kita bicara dengan bahasa paha
ada bekas parut di sana, sisa luka ketika
belajar naik sepeda, di lidahku juga
ada kunat yang sama, kau tak mendengar
kuucap sakitnya, kita sudah bisa bersepeda,
tapi sampai sekarang kita tak juga
bisa bicara sebenar-benarnya, kecuali
dengan bahasa paha.
baiklah kita bicara lagi dengan bahasa paha
ada seksologi ngangkang dalam tas sekolah,
mari kita belajar menangkap buaya, kita
murid abadi yang tak bisa lulus ujian, ketika
meneken ijazah kita malah sudah pandai melata
dan jadi pencinta carnivora, mengenal segar daging
yang hidup di lidah kita, juga bau pangkal paha
baiklah kita bicara dengan bahasa paha saja
nilai-nilai pelajaran kita sudah didongkrak,
kita pandai membuka paha dan kita boleh bangga:
mari kita tes kehamilan saja, mari buka paha
siapa saja, ada urine dan sperma mengalir jauh
sampai ke paha siapa saja, ada buaya yang netes
air ludahnya: kita!
Mar 2003
Saturday, March 15, 2003
ketika ada dia yang pamit diri,
yakinkah dia sungguh hendak pergi?
ketika senja pamit, yakinkah ia tak
lagi tenggelam bersama matahari?
aku tak tahu, sebab pagi terlalu lama,
dan siang seperti enggan lagi berkelana
episode rintik adalah tangis matahari,
adalah sinandung rindu rembulan ini
karena itu kubiarkan payung kuncup,
sebab tangis matahari, dan rindu rembulan
telah lama kunanti dalam ini perjalanan.
Mar 2003
Thursday, March 13, 2003
apa yang mengeras di kepalamu, saudara? belulang
apa yang mengalir dari beku pikirmu, saudara? imaji
apa yang membeku dari deras jantungmu, saudara? tualang
apa yang melaju dari pendam diammu, saudara? emosi
gelegak
terkubur
mengabur
mengabu
mengabut
melumuti
waktu
baiklah, aku tak akan bertanya pada siapa-siapa lagi:
simpankanlah semua jawab, diamkanlah semua sebab
Mar 2003
Hasan Aspahani
sudah kunikahi ombak dan sampan, lalu
kulayari nganga kawah luka nuju dalamnya
hingga kelak kami terkubur di damai badai
telah lama kulipat layar karena sejak
aku mampu mendayung pedih sakit perih
tak pernah kuharapkan mata arah angin
Mar 2003
/perkawinan/
Medi Loekito
jika lembut ombak
mengguncang sampanmu
menepilah
cari dan sembuhkan lukanya
jika angin badai
membelai sampanmu
berlayarlah
hadapi dan taklukkan hembusnya
* Note: Dikutip dari milis penyair 12 Maret 2003.
Wednesday, March 12, 2003
sebuah kartu datang padaku, teronggok begitu saja
di hadapanku pada hari yang bersamaan tanggal dan
bulannya dengan tanggal dan bulan lahirku...(tentunya
harinya berbeda, eh, tak tahu juga ya, soalnya aku
bahkan lupa hari lahirku kamis atau selasa)
sebuah kartu datang padaku, dan aku menebak-nerka
kartu ini dari siapa ya? sebabnya, aku tak pernah merayakan
apa-apa, apalagi mengundang orang hanya untuk nyanyi-nyanyi
sambil tepuk-tepuk: happy birthday to you, lalu orang-orang itu
menyaksikan aku meniup lilin, dan memotong kue tar..(nah, jadi
kartu ini dari siapa ya?)
tak banyak teman yang tahu tanggal lahirku (atau bahkan tak
ada sama sekali yang tahu, tepatnya lagi tak ada yang peduli
karena toh aku juga tak hirau dan tak mengistimwewakannya)
sebuah kartu datang padaku, baiklah, kuanggap saja ini datang
atas nama dirinya sendiri. sesekali boleh kan begitu. kasihan juga
jadi kartu itu, karena harus selalu jadi alat mengantarkan ucapan.
mungkin dia memang ditakdirkan begitu barangkali? dicetak untuk
diperalat seperti itu?
sebuah kartu datang padaku, dan aku tak ingin menebak dia
dikirim oleh Tuhan. iseng amat sih Tuhan mengirim kartu segala.
memangnya aku ini siapa? kalau memang aku hendak diberi
peringatan tentang umur, kenapa harus ikut-ikutan memperalat kartu?
Tuhan, Tuhan, sampeyan kok ada-ada saja. aku sebenarnya
sudah merasa tua pada usia 7 atau bahkan 5 tahun dulu. dan
kini di usia yang lebih dari 2 digit kepala 3, aku bahkan tak
membedakan tua atau muda. (aku tak mau memperalat dan
diperalat usia. tahu maksudnya?)
atau jangan-jangan memang Tuhan, ya? (ketika terlintas pikiran
ini lagi, aku langung merobek-robek kartu itu). aku takut jangan-
jangan nanti ihwal kartu ini bocor ke teman-teman pers, atau beredar
di milis-milis. tahulah, zaman ini apa saja bisa dihembus-gelembungkan.
nanti aku disebut-sebut sebagai Nabi, yang dapat wahyu dari Tuhan lewat
sebuah Kartu. nah,
bisa runyam kan?
Mar 2003
Monday, March 10, 2003
ssst, lihat, anakku, ada yang dirahasiakan
oleh krayon pastel itu, 36 warna warni itu
mawar dipeluk merah, tweety pada kuning sembunyi
kodok nyelam tenggelam dalam hijau, dan bunglon itu
menyelinap kesana kemari, ke jingga ke magenta
nah, anakku, sekarang lekas ambil buku gambar kita
agar tampak wajah-wajah jenaka: mereka harus dirayu
Mar2003
sudah kan? nama siapa lagi yang hendak kau sebut
ke derajat mana menujukan hasrat yang tak surut
kaki toh akhirnya kembali ke setelapak jalan sendiri
peta yang tak sempat digambar hujan di hutan (hati)
akhirnya, kau hanya ingin sebuah pagi buka tingkap
hidup yang amat biasa: ada matahari menyapa karib
Mar 2003
Saturday, March 8, 2003
: petisi menentang perang, make poems not war
aku melihat bicaramu di televisi (tak kutemu, mesti letih
mencari alasan untuk bersetuju dengan hujjahmu) aku menyimak
persiapan laskarmu (tapi tak dapat meyakinkan aku siapa
sebenarnya musuh yang pantas dimusnahkan) aku melihat
dendam menghitam di wajahmu (kenapa kami harus mencoreng
juga arang di wajah puisi? terbakar pawaka yang kau sulutkan)
aku mencatat adegan mereka memeluk anak isterinya (senjata
yang kau hunus entah berpamitan pada siapa?), aku mendengar
deru kapal peluru mengarung laut ke peluk teluk mauk (tuan, bahan
bakarnya ditambang dari negeri yang hendak kau hancurkan itu kan?)
aku melihat tanggal ancaman yang kau lingkar dengan jumawa
(patera luruh dari pohon almanak tua sejarah manusia)
aku membaca lagi puisi ini (lalu terasa sangat sia-sia menuliskannya)
aku mencari kata yang hendak kubisikkan ke hatimu (hanya lirih, pawana
yang ringkih berhembus tanpa sebisikpun kata, hanya sedih, basah mata
yang menitik kukira darah ternyata cuma air mata yang sebenarnya
kupersiapkan luruh kelak saat datang duka maha duka, lalu tiba-tiba aku
merasa sia-sia meneteskannya)
Mar 2003
Friday, March 7, 2003
ketika kata luka sedalam dada puisi
darah tertadah dalam bait-bait tabah
ketika kata gundahi sehari hati puisi
keluh tersusun dalam bait-bait santun
ketika kata dituding di wajah puisi
maki terpejam dalam bait-bait redam
ketika kata berlari ngejar puisi
bertemu di dansa pena tari jemari
Mar2003
Note: Puisi Ben Abel berikut ini mengilhami puisi di atas.
Membayang Jemari Pena
Ben Abel
benarkah, kata benar seperti tertatah
bukankah ia hanyalah gelepar gelisah
lumatkah semua gelisah oleh kata
yang menari dari belah jemari
tertoreh seperti ini
dan kata menanti seribukali menuding kini
bukankah ia hanyalah luka yang kau bawa berlari
(bekas tulisan tak terbaca)....bukan penyair,
hanya surat dalam botol ini satu-satunya yang
pernah kutulis, mohon jangan kau sebut ini
puisi (kata ini dicoret-coret tapi masih terbaca)
...sebab hembus angin adalah ...(tidak jelas, seperti
bekas tinta luntur oleh air asin)...hempas ombak
adalah...(lubang pada kertas surat)... pasir pantai
adalah ...(ada bekas lumpur)...tak perlu kata untuk...
(lagi-lagi tak bisa dibaca)
jika kau membaca pesan ini, maka .... (di sini
kertasnya terkoyak lapuk)
Mar2003
Thursday, March 6, 2003
engkaukah? cahaya yang tak lelah menjelajah
ribuan tahun ruang hampa lalu sampai di
mataku maka kusebut sebagai bintang dan
engkau membantahnya, "bukan!"
aku bukan apa-apa bukan juga sia-sia
engkaukah? cahaya yang hidup sekerlap di daun
daun bakau yang kerap tersesat ke dalam kelambu
tidurku menjelmakan ranjang masa kecil jadi
ruang angkasa yang kujelajahi dengan mimpi
ya, akulah kunang-kunang, dan kau? bayang-bayang!
Mar2003
Note: Reply berikut ini disalin dari milis penyair. Thanks, Nanang.
TAK LAGI KULIHAT KUNANG-KUNANG
Nanang Suryadi
tak lagi kulihat kunang-kunang terbang di malam hari berkedip-kedip
seperti dalam malam kanak-kanakku dulu tak lagi kulihat kunang-kunang
di kota yang penuh polusi ini
orang-orang bilang padaku waktu itu kunang-kunang menjelma dari kuku
orang-orang mati yang di kubur di makam di dekat ladang belakang
rumahku
kunang-kunang beterbangan dalam puisi hasan aspahani, mungkin sheila
suatu ketika bertanya: abah, apa itu kunang-kunang? tapi batam bukan
kampung halaman di pedalamanan
depok, 2003
Note: Ibnu di Pontianak terima kasih atas puisinya yang inspiratif. Untuk Nanang di Jakarta terima kasih juga atas permainan yang mengasyikkan ini. Untuk pasir, ombak dan angin serta Tuhan yang memberi daya imajinasi: TERIMA KASIH----HA
/Kepada Ombak Kepada Angin/
Hasan aspahani
kata pasir kepada ombak, cemburu bukannya aku tak hendak
bukankah engkau yang mengantar pesan dalam botol retak?
kita pun bersama menebak-nebak siapa yang datang kelak...
kata pasir kepada angin, iri hati bukannya aku tak ingin
bukankah engkau yang menghapus seluruh jejak jejak kemarin
lalu membiarkan aku tertawan di bawah matahari yang lain...
/Tapi Aku Cemburu/
Nanang Suryadi
tapi ia membangun rumah menulis namanya di tubuhku, kata pasir
tapi aku cemburu, kata ombak
ya ya aku juga benci dia, kata angin badai ikut menyela
lalu dirobohkannya rumah pasir dengan deru anginnya
di atas pasir dicoretkan kembali namamu
di atas pantai dibangun kembali istana pasir mimpimu
walau berulang ombak dan angin
bersekutu menghapus dan meruntuhkan
rindu dan cinta itu tetap untukmu
/Akulah Pasir/
Hasan Aspahani
akulah pasir, akulah bunga yang dipetik ombak
dari karang lalu kubentang pantai butir demi butir
akulah pantai, akulah dada yang dituju rindu ombak
yang datang dengan lelah marah lalu takluk peluk demi peluk
/Lekas Catat Namaku/
Nanang Suryadi
"lekas catat namaku, sebelum ombak menghapusnya, karena cemburu"
di pasir yang basah di fajar yang rekah kau tulis nama
sebelum ombak menghapusnya, karena cemburu
/Bunga Pasir/
Ibnu HS
jika kau kembali
entah suatu
ketika nanti
bawakan sekeranjang
bunga pasir
dari pantai tempat
dulu kita simpan
kesetiaan
di karang-karang
juga nama
-nama yang
barangkali
tak sempat dihapus
gelombang
karena selalu saja
ada yang tersisa
sebelum
menjadi sia
-sia
.
Wednesday, March 5, 2003
(re: Malam/MJ)
memang sejak kuhalau bayang-bayang
malam telah jadi rumah yang selalu
pulang ke hati membagi senyap sunyi
aku sungguh tak pernah betah di rumah ini
(gelap yang tak mau nyebut ihwal identitas)
memang dia cuma gerak sendiri rotasi bumi
semesta membekap semua suara bisu sempurna
mungkin di situ rumahku ke situ pulangku
sunyi sendiri diri sendiri kosong sendiri
Mar 2003
Tuesday, March 4, 2003
Siapa Kau Sebut Saat Ejakulasi?
(re: Deja vu Rumah Makan/TS Pinang)
mari sini, sayang, redamkan debar dadamu (gemuruh hendakku)
gelombang dalam mimpi angin (dalam igau sepasang berahi)
pulangkan saja ke gugur gunung (di sana pasti ada senyawa kimia)
masih ada gravitasi di kaki (juga di dada dan kelamin kita)
siapa kau sebut saat ejakulasi? (nama itu tak dipasarkan lagi)
kehamilan amat kita rindukan (di rahimmu juga di rahimku)
biarlah lahir anak-anak yang nakal yang bengal yang menolak
diberi nama puisi (mereka mengasah kata bersiasat membunuh kita)
kita menggigil kita mengigal (memuncakkan seluruh dansa sanggama)
melepas peluk sebelum cinta bahang (kita harus terus mendaki)
Mar2003
Monday, March 3, 2003
(re: Pada Sajak/Arwan Maulana)
sakit mengalir ke muara
kataku, menderas sungai-sungai
puisi ke hulu jantungmu
jerit menggelora di ombak
kataku, meluas bentang jadi
samudera puisi menenggelamkanmu
sepi meninggi ke langit
kataku, mengimaji cakrawala
tak berbatas mengurungmu
luka melancip di pahat
kataku, menyihir batu-batu
jadi candi samadhi sakitmu
air mata merendam gigil
kataku, tak tuntas jua
mengajari hidup kau aku
Mar2003
Sunday, March 2, 2003
akulah pintu yang mengetuk jantungmu yang tak sempat menjerit setiap kali kau getarkan bibirmu setiap kali kau lipatkan lidahmu, tak pernah ada sampai suara, maka kubayangkan saja: kau menyebutku dalam rangkai doa-doa
akulah wangi parfum yang kau sekap di botol-botol yang senantiasa berharap menjadi butir terakhir yang menyentuh dadamu, aku nikmati seluruh rindu dan cemas itu: di sini bisa terus kuulur waktu, di tubuhmu kematian menunggu
Mar2003
masih tergema suara pantai aus
digerus ombak tak putus haus
dalam kenang tak lekang tak pupus
kelak kusebut ia cinta yang tulus
digerus ombak tak putus haus
ombak yang nyerah di akar bakau
kelak kusebut ia cinta yang tulus
yang kumuliakan hanya bagi engkau
ombak yang nyerah di akar bakau
zuriat udang-ikan beri riwayat panjang
yang kumuliakan hanya bagi engkau
nama yang kugambar di pasir di awang
zuriat udang-ikan beri riwayat panjang
di pucuk sunyi, suwung dengung uir-uir
nama yang kugambar di pasir di awang
semakin menegas ditimpa seribu arsir
di pucuk sunyi, suwung dengung uir-uir
ditingkahi sinar senang kunang-kunang
semakin menegas ditimpa seribu arsir
kian menyosok dipeluk bayang-bayang
Mar2003