KAMI tak akan ada di kartu-kartu pos yang dipajang di toko sovenir di Amsterdam. Seperti merpati,dan jalak, juga camar di atas papan nama dermaga. Kami tak pernah punya masalah dengan kota ini. Kota yang tak pernah ingin sempurna ini. Kami hanya ikut bertahan dan menjadi apa adanya. Dan itu memang bukan segalanya.
Amsterdam, adalah liuk suara saksopon pada sebuah komposisi jazz yang lekas. Kami adalah nada kosong ketika kota kehabisan napas. Amsterdam adalah lalu-lalang sepeda, dan padanya kau belajar tentang ketekunan menertibkan harapan. Nanti kau akan putuskan kau telah lulus sebagai apa, di sebuah museum tak berpenjaga.