AKU akan gagal memahami nasib, tak makin mahir berjudi,
kalah, senantiasa, lalu terusir ke jauh, melarikan luka.
Tapi, aku tak bisa pergi - hanya semakin pandai sembunyi,
di Negeri bermusim ganjil ini: musim menyulutkan amunisi!
Adapun Cinta: itu adalah kaktus liar, di gurun tak datar,
tumbuh di hati, terus menusukkan duri, sebelum nanti akan
ada satu Bunga mekar, sebentar, lalu dipetik badai pasir.
Aku bisa lekas membedakan merah: yang darah, yang getah.
Aku petualang, pulang, setelah kujemput seribu surat,
yang dulu kukirim dari asal Alamat, sebelum berangkat.
Dan tak ada Hotel di kota ini, kereta selalu terlambat.
Tak ada rumah. Aku hanya ingin singgah. Semacam ziarah.
Di makam dua manusia, yang mati meyatim-piatukan aku,
direnggut sekawanan panas-peluru, berpemicu bara-batu.
Apakah kita akan ketemu, O, gadis yang mencuri mulutku,
di siang bahang, di jeda kelas, di belakang sekolah itu?
"Bercukurlah, Lelaki!" Ah, kenapa mesti gemetar, Tolol!
Karena kau dengar perempuan bermulut selongsong pistol?
Aku mesti berlatih menjadi setangkas koboi di komik itu,
berlari lebih cepat, dari kejaran bayangan kau dan aku!