Lintas generasi? Saya sudah membuktikannya. Saya mengenal Lucky Luke ketika SMA. Pada masa itu saya sudah sangat rakus membaca. Otak seperti spons kering dengan daya serap luar biasa. Apa saja diserap, apa saja dibaca, dari komik sewaan sampai novel stensilan!
Persewaan buku adalah tempat singgah wajib sehabis sekolah. Kadang ada saja teman sekolah yang baik hati meminjami. Di waktu kuliah - ketika hidup mulai dijalani dengan lebih serius - eh, ternyata saya berada di lingkaran kawan-kawan yang agak nyeni: ramai-ramai menggondrongkan rambut, suka nyanyi dan gitaran, gemar naik gunung, dan di sela-sela himpitan buku diktat tebal kamis masih sempat baca dan mendiskusikan komik Lucky Luke. Saya hanya tidak melakukan satu hal: saya tidak merokok. Terima kasih, Lucky Luke, untuk memberikan alasan saya berhenti merokok. Ya, koboi kita ini berhenti merokok dan mengganti tembakau dengan menggigit sebatang rumput.
Jika ada waktu dan uang lebih saya dan pacar saya (yang kelak jadi istri saya) saya ke Pasar Senen, di Jakarta. Sasarannya satu: pasar buku bekas, dan di sana kami berburu komik Asterix, Smurf dan tentu saja Lucky Luke.
Dengan amat saya sadari, karakter saya antara lain terbentuk oleh Lucky Luke. Dia mengajari saya untuk berani, tak gentar untuk pergi jauh mengembara sendiri, dan di manapun hadir sebagai orang yang menyelesaikan masalah, bukan sebaliknya menyusahkan orang lain, jadi tukang bikin masalah.
Ketika koran Daily Star dihalang-halangi terbit, kertas dibakar, tinta dibuang, Lucky Luke datang menjamin bahwa informasi sampai ke pembaca bagaimana pun caranya: dia jadi wartawan, melatih loper untuk menghapal dan membacakan berita dari rumah ke rumah, sampai mencetak berita di tubuh Jolly Jumper, kuda paling cerdas sedunia, sahabat kesayangannya, kemudian si kuda berkeliling mengetuk rumah pelanggan.
Ketika pembangunan jembatan Mississippi dihalang-halangi oleh pengusaha losmen dan fery penyeberangan, Lucky Luke datang menjaga hingga jembatan itu terbentang. Ia juga yang mengawal pekerja yang memasang kabel telegram melintasi benua Amerika.
Kadang, dalam beberapa serial, Luke dan Jolly ditemani Rantanplan, anjing paling bodoh sejagat raya! Kok bodoh? Si anjing parodi dari anjing cerdas Rin Tin Tin ini, tak pernah becus menjaga penjara yang dihuni penjahat musuh babuyutan: Dalton Bersaudara! Mereka pun selalu lolos.
Dalam beberapa kisah, Luke bertemu dengan legenda zaman koboi sebenarnya Calamity Jane, Billy the Kid, Judge Roy Bean dan geng Jesse James. Juga terlibat di zaman keras saat kawasan barat Amerika dibangun: merebaknya perjudian, perburuan emas, hingga kunjungan artis Prancis Sarah Bernhardt ke Amerika. Saya kira, Morris dengan Lucky Luke-nya memberi arti kata 'komikal' dengan sempurna. Ada kekacauan waktu dalam cerita itu, Luke bisa hidup dengan tokoh-tokoh yang sebenarnya berbeda zaman sampai lima puluh tahun. Ya, demi suka cita, kita maafkan saja kesalahan yang pasti disengaja itu.
Ah, Lucky Luke. Ini memang cuma kisah rekaan. Tapi, bukankah kisah-kisah adalah sarana belajar dan pembentuk mental yang paling mudah tertanam di benak manusia? Saya membuktikannya.
Maka, ketika di Indonesia kini komik itu terbit lagi dalam format yang lebih kecil dan nyaman dipegang, oleh penerbit lain (dulu Indira sekarang Elekmedia) saya tak ragu memilihkan komik ini untuk anak saya. Ikra pun kini keranjingan. Asyik sekali kami mendiskusikan ceritanya: tepatnya saya mendengarkan anak saya yang masih kelas satu SD itu menceritakan ulang kepada saya.
Kalau Anda punya anak lelaki, saya rekomendasikan komik ini. Paling tidak ada beberapa manfaat: anak Anda punya alasan untuk menjadi gemar membaca, dan ada kesempatan untuk berbincang-bincang dengan anak Anda dalam posisi setara. Ikra, saya lihat seru sekali bercerita, seperti dia punya sesuatu yang harus ia banggakan di depan saya, ayahnya.
Lucky Luke mengajari lelaki menjadi lelaki sejati. Ia menghargai persahabatan. Jolly Jumper baginya bukan hewan tunggangan. Jolly adalah sahabat. Maka, dalam adegan yang khas komik, jangan heran kalau mereka berdua, bisa tidur bergantian sambil terus berlari mengejar penjahat.
Di sebuah mal, Ikra melihat DVD baru Lucky Luke. Dari kisah berbahasa Prancis - ini negeri asal Morris - itu, kami baru sama-sama tahu asal muasal Lucky Luke. Dan itu membuat kami semakin respek dan mencintainya.
Lucky Luke - meskipun ia adalah penembak kampiun - tidak pernah membunuh lawannya, kecuali dalam seri pertama komiknya. Ia juga taat hukum. Lawan yang ia taklukkan pasti diserahkan ke sherif. Ini ada sebabnya, sewaktu kanak-kanak ia lolos dari pembunuhan oleh geng bandit yang menewaskan ayahnya (yang ternyata seorang Indian) dan ibunya (wanita kulit putih yang memilih mengikuti hati mencintai si lelaki Indian). Dari situlah John Luke mendapatkan nama. "You are lucky, John. You are lucky!" kata lelaki tua sahabat keluar Luke. Bocah itu pun kelak dikenal dengan nama Lucky Luke.
Pelajaran terpenting dan paling filosofis dari koboi kita ini selalu ditampilkan di panel terakhir di halaman terakhir komik. Lucky Luke dengan Jolly Jumper melangkah ke arah matahari tenggelam sambil berlagu, "I'm a poor lonesome cowboy, and a long way from home...". Ya, pada akhirnya kita semua akan sendiri, bukan? Pun ketika menghadap Tuhan. Terima kasih, Morris. Terima kasih Lucky Luke. ***