PAGI Idulfitri kami adalah wangi sebungkus sabun mandi
bergambar ibu memelukkan handuk kepada anak-anaknya,
juga suara timba-timba kami berebut air di sumur bersama,
niat mandi hari raya, dan aroma kue sarapan pagi pertama.
Siapa menabuh beduk sejak subuh belum diazankan itu?
Seperti menaburi langit dengan kembang rampai tahmid,
Seperti menghamburi bumi dengan butir-butir takbir.
Pagi Idulfitri kami adalah sepasang sandal jepit baru, yang
segera tertukar atau hilang lagu usai sembahyang raya nanti,
juga sarung Samarinda yang masih juga dijaga labelnya,
sejak dibeli di pasar lama, setahun lalu, pun di bulan puasa.
Pagi Idulfitri kami adalah aku di antara iring-iringan jamaah
ke masjid desa, dengan songkok cap mangga, parfum surga,
dan baju sembahyang yang dijahit Ibu sejak Ramadan bermula.