Sitok Srengenge mengirim sajak terbarunya pada saya dan Ramon Damora. Beberapa waktu lalu, dia bertamu ke Bintan dan tentu singgah juga di Pulau Penyengat. Saya jadi pemandu dia di pulau penuh jejak-jejak sejarah itu. Kami bahkan sempat bertemu tim produksi film Raja Ali Haji. Salah satu kru produksi itu ternyata teman baik Sitok juga. Saya dan Sitok sempat berfoto bertiga di sana, ya bertiga dengan Raja Ali Haji yang terpaksa tak bisa menampakkan wajahnya di makam itu.
Sajak itu diantar dengan sebuah pantun:
Jika bukan karena bujuk si ular itu,
tak kan terpetik buah kuldi di Taman Firdaus
Jika Tuan nan bijak punya sejenak waktu,
patik harap Tuan sudi komentari sajak ini dengan tulus
Dan inilah sajaknya:
Penyengat
Sajak Sitok Srengenge
Kekal kukenang harum kenangamu
antara tubuh mengerut dan tuberkulosis yang mengakut
Kutinggalkan pendar bandar, demi hening kamar
di mana denting pedang dan desing perang,
pekau ombak dan pekik camar,
tak terdengar
Kubawa asma dan asmara,
kudamba rumah ketimbang rumrum dan jamah
Betapa jauh, namun tak juga jenuh
aku jaga kenangan wangi kenangamu
bagai aroma kata yang tertukas dengus nafas
ketika mala terbaring, malam menjalar dari tebing ke beting
mengubah yang lampau jadi lambang:
kau tiang
aku liang
Bila langit dan laut tampak tembaga
dan ombak mengelucak ke lelubuk karang,
biarkan yang kasat dan yang luput dari mata
pelahan lindap lalu larut ke perih garam
sebagian mengendap di sesela lirik lirih gurindam
Tetaplah berjarak dariku,
agar kau tegak dan aku nganga dalam rindu
Jika kau masuki aku,
aku penuh
aku punah
2008