Tersebab kemarau yang rawan,
berseru rumput kepada awan.
Lalu luruh jua: sebabak hujan.
Mungkin begitulah bibir langit
dan bibir bumi mesra berkecupan.
Kau tak tahu, tentu, tak tahu.
Karena tak kau pernah bisa
mendengar bisik bisu rayu itu.
Sajak Yono Aljibsailz Wardito
terkadang aku berdiam dibilur waktu
mengenang bulirbulir padi yang merundukkan dahan
mengalirkan airmata seharian
sebelum mengering di bongkahan akar
aku sesak dalam sedikit senja, menyisa
hanya untuk kembali membaca namamu
pada bangkubangku panjang
yang basah oleh tempias hujan
o,jangan mengecup aku,
karena bibirmu sudah meranting
menyerupai lanting punggawa di kuala samboja
mendendam serpihan rindu dan kesepian
yang sedikit saja tak kau sisakan buatku.
o, aku yang selalu menari dikeleluasaan pagi
diantara dahan dan batangbatang bisu
diantara helaihelai bulu sayap yang berjatuhan
sebagaimana engkau, muasal kembara
menggigil dalam potret masa lalu
dengan sebuah botol; terbanglah!
jangan mengecup aku
sebab aku tak mampu terbang lagi.
LEKAS PEJAMKAN MATAMU
Sajak Anggoro Saronto
lekas pejamkan matamu, ringan ucapku
tapi tuhan tak pernah tidur, katamu ragu
maka aku menyuruhmu menutup mata untuk mengurangi
rasa berdosamu
tapi tuhan tak pernah bisa kita kelabui, katamu lirih
maka aku mengajakmu bersembunyi di balik meja dengan
taplak besar yang berjuntai
tapi tuhan dapat menembus segala penutup tirai, uraimu
aku mencintai sikap puritanmu sebagaimana aku mencintai
nafsu yang tersekap dalam sekam tubuhku
maka lekas, lekaslah pejamkan matamu, aku berbicara pada diri sendiri
karena rindu tak lagi bernyali.
JKT.08.04
Sajak Zee Singleaway
bibir langit dan bibir bumi
kecup hanya kecup
jauh tetap jauh