Ketika Keluar Rumah,
Selepas Sebuah Senja
(dari Sajak As I Walked Out
One Evening oleh W. H. Auden)
Keluar rumah, selepas senja hari,
Di Bristol Street mengayun kaki,
Yang berkurumun di trotoar itu
adalah padang panenan gandum
Lalu, mengiring alir sungai
Kudengar sealun lagu kekasih
Di bawah tiang-tiang rel kereta:
'Kasih tak ada tuntasnya.
Sayang, akan selalu ada cintaku,
Sampai bersatu China dan Africa
Sampai sungai mendaki gunung-gunung
Sampai salmon menyanyi di jalanan
Akan selalu ada cintaku, hingga samudera
digulung dan digantung hingga kering
dan tujuh bintang mengoak bersuara
bak angsa menentang angkasa.
'Tahun pun berlari seperti kelinci,
Selama ada di rengkuh lenganku
Bunga Zaman, bunga Abad-abad,
dan cinta pertama di dunia.
Tapi seluruh jam di semesta kota
mulai berdering dan berdentang
O, jangan biarkan Waktu menipumu
Engkau tak bisa menaklukkannya.
Di lorong-lorong mimpi terburuk
Di mana Keadilan bertelanjang
Waktu menjaga dari bayang-bayang
dan terbatuk sebelum kau mengecup
Pada cemas dan nyeri di kepala
Hidup menerobos mengalir samar
dan Waktu akan menemu khayalnya
esok-lusa atau hari-ini.
Kepada lembah-lembah menghijau
Menetes butir salju mencekam
Waktu memecah rangkaian dansa
mengacau lengkung busur bercahaya
O pada air, benamkan tanganmu
Benamkan dalam hingga pergelangan
Buka , buka mata pada lembah sungai
Apa yang hilang, tebak-tebaklah
Sang glasier mengetuk lemari,
Gurun menggela napas di ranjang,
Dan pecah petir di gelas teh, membuka
lorong menyimpang ke tanah kematian.
Di sana pengemis mengundi uang kertas
dan sang Raksasa menyihir bendera kapal
dan bocah seputih Lily menjadi penyeru,
dan si Jill menyusur turun di punggungnya.
'O lihatlah, lihat pada cermin,
O lihat pada bahaya deritamu
Hidup masih jadi anugerah
meski engkau tak mampu memberkah
O berdirilah, berdiri pada jendela
Air mata mendidih dan memulai mula;
Engkau akan mengasih tentang jahatmu
dengan hatimu yang ditipunya.
Telah larut, malam yang lanjut,
Kekasih, mereka telah menjauh;
Jam-jam telah mengakhiri dering,
Dan sungai dalam berlari laju.
Blog ini adalah daerah cagar, suaka bagi sajak-sajak, terjemahan, dan esai-esai Hasan Aspahani. Hal-ihwal yang pernah hilang dan ingin ia hapuskan.
Tuesday, June 24, 2003
Sunday, June 22, 2003
Yang Tercecer Pada Suatu
Pagi, di Halaman Rumah
1.
tiga ekor nila
di bawah ambang padma
mawar merah di tepi kolam
tak mencemburuinya.
2.
putik jeruk putih
mekar melati putih
"seandainya..." mawar merah
berbisik teramat lirih.
3.
jika kau tak memetikku, saudara
aku pasti kelak layu, kata mawar merah
tapi tak gugur sia-sia tanpa makna
karena kutabur wangi di atas kubur sendiri.
Jun 2003
Pagi, di Halaman Rumah
1.
tiga ekor nila
di bawah ambang padma
mawar merah di tepi kolam
tak mencemburuinya.
2.
putik jeruk putih
mekar melati putih
"seandainya..." mawar merah
berbisik teramat lirih.
3.
jika kau tak memetikku, saudara
aku pasti kelak layu, kata mawar merah
tapi tak gugur sia-sia tanpa makna
karena kutabur wangi di atas kubur sendiri.
Jun 2003
Thursday, June 19, 2003
Hanya Pertanyaan (versi revisi)
bertanya mawar kepada intan:
engkau abadi, maka bolehkah
kutitip wangiku, kelak
ketika layu menjemputku?
bertanya intan kepada jari:
bolehkah sejenak saja, aku kau
campakkan ke kotor lumpur
kembali hanya jadi sebuah batu?
bertanya jari kepada mawar:
sebelum serak kelopak gugur
maukah engkau menyimpan
setusuk durimu di mata lukaku?
Jun 2003
bertanya mawar kepada intan:
engkau abadi, maka bolehkah
kutitip wangiku, kelak
ketika layu menjemputku?
bertanya intan kepada jari:
bolehkah sejenak saja, aku kau
campakkan ke kotor lumpur
kembali hanya jadi sebuah batu?
bertanya jari kepada mawar:
sebelum serak kelopak gugur
maukah engkau menyimpan
setusuk durimu di mata lukaku?
Jun 2003
Sunday, June 15, 2003
Pada Taman Kasih
(diterjemahkan dari
The Garden of Love,
sajak William Blake)
Membaring tubuh di tebing sungai,
Di sana Kasih pun terbaring lunglai;
Di antara gemuruh deru basah arus
Kudengar tangis, tangis yang terus.
Lalu aku pun beralih ke semak yang sesak,
Pada duri dan onak terbuang tercampak;
Yang berkisah tentang sakit tersingkir,
Demi yang disucikan, didesak-diusir.
Pun beranjak aku ke Taman Kasih,
Kulihat apa yang tak pernah kujumpa;
Sebuah Kuil dibangun tepat di tengah,
Pernah aku bermain, pada warna hijaunya.
Pintu Kuil ini rapat terkunci
"Kau Terlarang!" terbaca pada gerbang;
Maka, ke Taman Kasih, aku kembali
Bunga-bunga manis menggali lubang.
Dan kulihat di sana kini merebak makam
Dan nisan merebut tempat bunga mekar;
Dan pembaca talkin melintas berjubah hitam
Mengisap girang takdir, berpipa mawar liar.
(diterjemahkan dari
The Garden of Love,
sajak William Blake)
Membaring tubuh di tebing sungai,
Di sana Kasih pun terbaring lunglai;
Di antara gemuruh deru basah arus
Kudengar tangis, tangis yang terus.
Lalu aku pun beralih ke semak yang sesak,
Pada duri dan onak terbuang tercampak;
Yang berkisah tentang sakit tersingkir,
Demi yang disucikan, didesak-diusir.
Pun beranjak aku ke Taman Kasih,
Kulihat apa yang tak pernah kujumpa;
Sebuah Kuil dibangun tepat di tengah,
Pernah aku bermain, pada warna hijaunya.
Pintu Kuil ini rapat terkunci
"Kau Terlarang!" terbaca pada gerbang;
Maka, ke Taman Kasih, aku kembali
Bunga-bunga manis menggali lubang.
Dan kulihat di sana kini merebak makam
Dan nisan merebut tempat bunga mekar;
Dan pembaca talkin melintas berjubah hitam
Mengisap girang takdir, berpipa mawar liar.
Friday, June 13, 2003
PERSETUBUHAN PANTAI
TUBUHKU langit jantungku badai
berdetak tak tenteram tak tentu tuju
menebak lekuk teluk telentang biru
kau pantai telanjang terkurung karang.
ADAPUN ombak adalah jari dan lidahku
merebut merenggut dadamu bukit pasir
menyebut menyambut namamu debar desir
hingga laut surut jejakpun redam susut.
Jun 2003
TUBUHKU langit jantungku badai
berdetak tak tenteram tak tentu tuju
menebak lekuk teluk telentang biru
kau pantai telanjang terkurung karang.
ADAPUN ombak adalah jari dan lidahku
merebut merenggut dadamu bukit pasir
menyebut menyambut namamu debar desir
hingga laut surut jejakpun redam susut.
Jun 2003
PETANI LADANG MAWAR
tanah hitam di ladang mawar
menyimpan cinta memeluk akar
embun mandi di ladang mawar
memanggil pelangi selingkar
sinar matahari di ladang mawar
mengecup, rindu semalam terbayar
semak gulma di ladang mawar
menanggal sulur duri tak sabar
angin lalu di ladang mawar
memetik wangi menebar kabar
diam batu di ladang mawar
menahan takjub meredam debar
siul serunai di ladang mawar
sepi pun ia, merdu kau dengar
burung hinggap di ladang mawar
mimpi sarang di kelopak mekar
akulah petani ladang mawar
panen puisi di awal fajar
Jun 2003
tanah hitam di ladang mawar
menyimpan cinta memeluk akar
embun mandi di ladang mawar
memanggil pelangi selingkar
sinar matahari di ladang mawar
mengecup, rindu semalam terbayar
semak gulma di ladang mawar
menanggal sulur duri tak sabar
angin lalu di ladang mawar
memetik wangi menebar kabar
diam batu di ladang mawar
menahan takjub meredam debar
siul serunai di ladang mawar
sepi pun ia, merdu kau dengar
burung hinggap di ladang mawar
mimpi sarang di kelopak mekar
akulah petani ladang mawar
panen puisi di awal fajar
Jun 2003
Thursday, June 12, 2003
anakku bernama IKRA BHAKTIANANDA
Inikah jawabanmu pada semua rinduku?
Keras nyaring seru, kukuh kepal tinjumu
Runtuh luruh seluruh kurung sangsi
Anakku, mari beri kedua tanganmu
Bukan untukku - ini bagi waktu dan duniamu
Hidupmu sudah dimulai sejak sibak itu
Aku dan ibumu: rumah yang tabah menunggu
Kelak sejauh apa, kau kabari jejakmu
Tanah ranah seluas mimpimu
Ingin angan selapang khayalmu
Anakku, teruslah jangan lelah memburu
Nafasmu: hirup mesiu, hembus peluru!
Alir arusmu sederas doaku
Naik dakimu setinggi doaku
Datang sinarmu seterang doaku
Anakku, tangan-Nya menatih jalanmu.
8 Juni 2003
Inikah jawabanmu pada semua rinduku?
Keras nyaring seru, kukuh kepal tinjumu
Runtuh luruh seluruh kurung sangsi
Anakku, mari beri kedua tanganmu
Bukan untukku - ini bagi waktu dan duniamu
Hidupmu sudah dimulai sejak sibak itu
Aku dan ibumu: rumah yang tabah menunggu
Kelak sejauh apa, kau kabari jejakmu
Tanah ranah seluas mimpimu
Ingin angan selapang khayalmu
Anakku, teruslah jangan lelah memburu
Nafasmu: hirup mesiu, hembus peluru!
Alir arusmu sederas doaku
Naik dakimu setinggi doaku
Datang sinarmu seterang doaku
Anakku, tangan-Nya menatih jalanmu.
8 Juni 2003
Wednesday, June 11, 2003
Sajak Arloji Mati
"JAM berapa sekarang?" tanya arloji pada sebuah
pergelangan tangan, "sudah seharian aku mati."
MESKI tak mendengar pertanyaan itu, lelaki yang
mengenakan arlogi gelisah, lalu memutar-mutar
knop, menggeser-geser jarum panjang pendek,
sambil menebak mendongak di mana gerangan
matahari. Tapi, di ruang keberangkatan itu tak
ada yang ia cari, kecuali jam dinding besar dan
poster iklan arloji. Lelaki itupun tersenyum. Senyum
yang tidak dimengerti oleh arloji yang sudah
seharian mati di pergelangan tangannya sendiri.
Jun 2003
"JAM berapa sekarang?" tanya arloji pada sebuah
pergelangan tangan, "sudah seharian aku mati."
MESKI tak mendengar pertanyaan itu, lelaki yang
mengenakan arlogi gelisah, lalu memutar-mutar
knop, menggeser-geser jarum panjang pendek,
sambil menebak mendongak di mana gerangan
matahari. Tapi, di ruang keberangkatan itu tak
ada yang ia cari, kecuali jam dinding besar dan
poster iklan arloji. Lelaki itupun tersenyum. Senyum
yang tidak dimengerti oleh arloji yang sudah
seharian mati di pergelangan tangannya sendiri.
Jun 2003
Sajak Telepon Genggam
(Ringtone seperti suara ombak,
atau suara badai, berdesau,
berkesiur, seperti suara tangis
yang...)
Halo?
(Seperti suara nafas, seperti ada
kata yang ingin dilepaskan, tapi
tertahan oleh bising percakapan.
Seperti ada rahasia yang tak sedap
kalau hinggap juga di kuping orang
yang...)
Halo! Siapa, nih?
(Nomor itu berubah-ubah, 06581 sekian
sekia, sekian. Angka-angka yang seolah
menyusun sebuah kode yang minta
dipecahkan, minta dijumlahkalikan
dan dimaknai minta diartikan, angka
yang...)
Halo! Halo?
(Warna display tiba-tiba berubah.
Warna yang tak pernah ada, yang asing
bagi retina mata. Seolah ingin
menunjukkan si pemanggil memang seorang
yang...)
Halo! Maaf ya, saya sedang ingin
santai. Telepon lain waktu saja...
(Klik! Hubungan diputuskan, seperti
ada sesuatu yang belum tuntas, yang
belum sempat disampaikan. Seperti ada
yang...)
Jun 2003
(Ringtone seperti suara ombak,
atau suara badai, berdesau,
berkesiur, seperti suara tangis
yang...)
Halo?
(Seperti suara nafas, seperti ada
kata yang ingin dilepaskan, tapi
tertahan oleh bising percakapan.
Seperti ada rahasia yang tak sedap
kalau hinggap juga di kuping orang
yang...)
Halo! Siapa, nih?
(Nomor itu berubah-ubah, 06581 sekian
sekia, sekian. Angka-angka yang seolah
menyusun sebuah kode yang minta
dipecahkan, minta dijumlahkalikan
dan dimaknai minta diartikan, angka
yang...)
Halo! Halo?
(Warna display tiba-tiba berubah.
Warna yang tak pernah ada, yang asing
bagi retina mata. Seolah ingin
menunjukkan si pemanggil memang seorang
yang...)
Halo! Maaf ya, saya sedang ingin
santai. Telepon lain waktu saja...
(Klik! Hubungan diputuskan, seperti
ada sesuatu yang belum tuntas, yang
belum sempat disampaikan. Seperti ada
yang...)
Jun 2003
Sajak Iklan Rumah
AKHIRNYA ia pun mengubah diri jadi mimpi, dan tinggal
dalam sebuah iklan rumah yang nyaman di halaman
depan sebuah koran harian. "Jangan kemana-mana," katanya
menasihati dirinya sendiri, "di luar banyak bencana."
DIAPUN tertidur lelap dan lama sekali, dan tak sempat
bertemu dengan berita kebakaran, kebanjiran, dan
penggusuran tak jauh dari iklan rumah yang kabarnya
dibangun di lahan gusuran bekas taman pemakaman.
Jun 2003
AKHIRNYA ia pun mengubah diri jadi mimpi, dan tinggal
dalam sebuah iklan rumah yang nyaman di halaman
depan sebuah koran harian. "Jangan kemana-mana," katanya
menasihati dirinya sendiri, "di luar banyak bencana."
DIAPUN tertidur lelap dan lama sekali, dan tak sempat
bertemu dengan berita kebakaran, kebanjiran, dan
penggusuran tak jauh dari iklan rumah yang kabarnya
dibangun di lahan gusuran bekas taman pemakaman.
Jun 2003
Sajak Pasta Gigi
ADA buih yang menggumpal pada sederet gigi
ada sikat yang menggogok-gosokkan bulunya
lalu bersorak gembira: Lihat! Aku sudah
bisa memecahkan teka-tekimu, Pasta gigi!
DARI sebuah televisi, tak jauh dari kamar mandi
terdengar jinggel iklan: pernahkah Anda rasakan
sakit gigi seperti ini? Sikat gigi yang sibuk
tak sempat menyimak dan menebak teka-teki itu lagi.
Jun 2003
ADA buih yang menggumpal pada sederet gigi
ada sikat yang menggogok-gosokkan bulunya
lalu bersorak gembira: Lihat! Aku sudah
bisa memecahkan teka-tekimu, Pasta gigi!
DARI sebuah televisi, tak jauh dari kamar mandi
terdengar jinggel iklan: pernahkah Anda rasakan
sakit gigi seperti ini? Sikat gigi yang sibuk
tak sempat menyimak dan menebak teka-teki itu lagi.
Jun 2003
Monday, June 2, 2003
PELAJARAN TAMBAHAN
API datang ke ruang kelas itu
sebagai guru, memberi pelajaran
tentang marah, tentang pasrah
tentang dendam dan tentang geram.
Tanpa buku catatan, semua tersalin
lengkap dalam lembar-lembar ingatan.
Semua di luar kurikulum resmi negara.
API datang ke ruang kelas itu
sebagai buku, mengobarkan huruf-
huruf panas yang tak sempat dieja.
Ada bendera dan poster lambang negara,
yang sama tak berdaya, terbakar
bersama lembar-lembar ujian akhir
yang tak sempat terselenggara.
API datang ke ruang kelas itu,
sebagai pembawa kabar tentang
sejarah yang minta ditulis dan
dibaca. Peluru dan darah sama
hangatnya. Keduanya bisa dicarikan
alasan untuk selalu dipertemukan.
Semua di luar kurikulum resmi negara.
Jun 2003
API datang ke ruang kelas itu
sebagai guru, memberi pelajaran
tentang marah, tentang pasrah
tentang dendam dan tentang geram.
Tanpa buku catatan, semua tersalin
lengkap dalam lembar-lembar ingatan.
Semua di luar kurikulum resmi negara.
API datang ke ruang kelas itu
sebagai buku, mengobarkan huruf-
huruf panas yang tak sempat dieja.
Ada bendera dan poster lambang negara,
yang sama tak berdaya, terbakar
bersama lembar-lembar ujian akhir
yang tak sempat terselenggara.
API datang ke ruang kelas itu,
sebagai pembawa kabar tentang
sejarah yang minta ditulis dan
dibaca. Peluru dan darah sama
hangatnya. Keduanya bisa dicarikan
alasan untuk selalu dipertemukan.
Semua di luar kurikulum resmi negara.
Jun 2003
PENYAIR KEHILANGAN KATA
ADA penyair yang kehilangan sekata Kata
ia tidak mencari tapi rindunya jangan tanya
jangan ditanya dia, "jangan tanya," katanya.
SELURUH kamus jauh, jauhnya kini dijauhinya,
"aku nanti kecewa, sebab tak ada dia disana,"
katanya. Dia, adalah kata yang meninggalkannya.
DI ujung pena di titik sentuhnya kertas nota
dijajar dieja huruf ditulis dibaca kata apa saja
jangan harap ada Kata itu sembunyi di antaranya.
KETIKA penyair itu dibunuh sunyi pada akhirnya,
tak ada huruf dan kata yang rindu kehilangan dia,
kecuali Kata yang hilang itu, tertulis di nisannya.
Mei 2003
ADA penyair yang kehilangan sekata Kata
ia tidak mencari tapi rindunya jangan tanya
jangan ditanya dia, "jangan tanya," katanya.
SELURUH kamus jauh, jauhnya kini dijauhinya,
"aku nanti kecewa, sebab tak ada dia disana,"
katanya. Dia, adalah kata yang meninggalkannya.
DI ujung pena di titik sentuhnya kertas nota
dijajar dieja huruf ditulis dibaca kata apa saja
jangan harap ada Kata itu sembunyi di antaranya.
KETIKA penyair itu dibunuh sunyi pada akhirnya,
tak ada huruf dan kata yang rindu kehilangan dia,
kecuali Kata yang hilang itu, tertulis di nisannya.
Mei 2003
DIJUAL Sebuah Kamera Bekas
DIJUAL sebuah kamera bekas. Pemiliknya seorang
wartawan yang baru saja meliput perang. Kondisi
kamera masih mulus. Pelepas rananya tidak ngadat.
Lensanya masih bening. Semi otomatis. Kecuali ada
sedikit goresan terbentur di sudut kiri bawah.
"Ini bekas jatuh waktu ada kejar-kejaran tentara
dan pemberontak," kata si wartawan.
KAMERA ini sudah menghasilkan ribuan lembar foto:
pengungsi di tanah sendiri, prajurit yang dilepas
peluk tangis istri anaknya, upacara penghormatan
jenazah ala militer, pendaratan pesawat pengebom,
sekolah yang terbakar, kampung yang kosong
ditinggalkan penduduk, pemakaman korban sipil,
penguasa militer mengeluarkan maklumat, anak-anak
yang kehilangan bapak, pemberontak menyerahkan diri,
pendaratan kendaraan tempur, bendera, penerjunan
pasukan, senjata sitaan, dan foto lainnya yang
semuanya layak terbit di halaman pertama sebagai
foto utama.
ANDA berminat? Hubungi saja wartawannya si pemilik
kamera ini. "Aku tidak akan pernah memotret lagi,
aku tidak perlu kamera lagi" kata si wartawan.
Oh, ya ada bekas darah di lensa kamera. Itulah
yang tersisa, yang tak sempat lagi diseka, yang
terpercik saat kamera ini memotret seseorang yang
tumbang lalu terkapar lalu mati lalu diseret
lalu diumumkan: seorang pemberontak telah berhasil
dirubuhkan....
Jun 2002
DIJUAL sebuah kamera bekas. Pemiliknya seorang
wartawan yang baru saja meliput perang. Kondisi
kamera masih mulus. Pelepas rananya tidak ngadat.
Lensanya masih bening. Semi otomatis. Kecuali ada
sedikit goresan terbentur di sudut kiri bawah.
"Ini bekas jatuh waktu ada kejar-kejaran tentara
dan pemberontak," kata si wartawan.
KAMERA ini sudah menghasilkan ribuan lembar foto:
pengungsi di tanah sendiri, prajurit yang dilepas
peluk tangis istri anaknya, upacara penghormatan
jenazah ala militer, pendaratan pesawat pengebom,
sekolah yang terbakar, kampung yang kosong
ditinggalkan penduduk, pemakaman korban sipil,
penguasa militer mengeluarkan maklumat, anak-anak
yang kehilangan bapak, pemberontak menyerahkan diri,
pendaratan kendaraan tempur, bendera, penerjunan
pasukan, senjata sitaan, dan foto lainnya yang
semuanya layak terbit di halaman pertama sebagai
foto utama.
ANDA berminat? Hubungi saja wartawannya si pemilik
kamera ini. "Aku tidak akan pernah memotret lagi,
aku tidak perlu kamera lagi" kata si wartawan.
Oh, ya ada bekas darah di lensa kamera. Itulah
yang tersisa, yang tak sempat lagi diseka, yang
terpercik saat kamera ini memotret seseorang yang
tumbang lalu terkapar lalu mati lalu diseret
lalu diumumkan: seorang pemberontak telah berhasil
dirubuhkan....
Jun 2002
Subscribe to:
Posts (Atom)