Saya Menulis Kolom Supaya
Punya Alasan untuk Marah
Punya Alasan untuk Marah
Oleh Hasan Aspahani
SAYA menyebut kolom-kolom saya di buku ini sebagai kolom 1.000 kata. Karena, setiap kolom panjangnya kurang-lebih seribu kata. Tidak terlalu panjang, tak juga terlalu pendek.
Artikel kolom sepanjang itu cukup untuk menampung gagasan yang seminggu sekali ingin saya bagikan kepada pembaca Batam Pos, surat kabar yang sejak 2008 lalu, setiap kamis menerbitkan kolom saya ini. Dan yang paling penting, tak sampai membosankan.
Meskipun tulisan saya tidak selalu mewakili sikap koran saya terhadap suatu isu yang sedang hangat, saya tetap menulis dengan mempertimbangkan posisi koran saya Batam Pos.
Kenapa namanya Kolom Kamisan? Karena, kolomnya terbit setiap hari kamis, dan saya tak punya tema tetap. Kolom saya bisa bicara soal kepemimpinan, politik, bisnis, pendidikan, agama, sastra - khususnya puisi, obrolan dengan kawan, serba bacaan, reportase dengan sudut pandang sangat personal, dan lebih sering bicara soal hal-hal ringan yang sedikit saja akan jatuh ke wilayah omong kosong.
Begitu luaskah pengetahuan saya sehingga bisa menulis tema dengan rentang seluas itu? O, tidak! Saya hanya sejak lama menjalankan nasihat Arswendo Atmowiloto. Katanya, wartawan itu orang yang tahu serba sedikit tentang banyak hal.
*
Suatu malam, dalam rapat para pemimpin perusahaan Jawa Pos Grup - di Pekanbaru, CEO Rida K Liamsi mengabarkan - entah seperti apa bermula arus pembicarannya, saya lupa - kepada Chairman Dahlan Iskan bahwa saya ada menulis kolom mingguan di surat kabar yang mereka percayakan untuk saya pimpin. Pak Dahlan tertarik dan minta contoh. Pagi harinya, kami sarapan bersama dan inilah perbincangan kami:
"Kamu banyak membaca, ya?"
"Ya, Pak. Lumayan."
"Kalau kamu tak banyak membaca, pasti kamu tidak bisa menulis kolom sekaya dan sebagus kolommu itu."
"Terima kasih, Pak."
"Kalau saya kurang membaca. Tulisan saya kan, kalau kamu perhatikan, hanya reportase biasa."
"Tapi, itu kekuatannya, Pak. Reportase biasa yang luar biasa, karena sudut penulisannya tak mungkin dilihat oleh orang lain. Serial tulisan ganti hati itu misalnya."
"Terus menulis, ya.."
"Oke, Pak."
Kolom saya terbit di halaman opini. Di luar hari Kamis, halaman itu diisi oleh pembaca Batam Pos. Saya bisa saja menerbitkan kolom saya itu di halaman lain, tapi, itulah alasan lain saya menulis: mengurangi anggaran bayar kolom kepada penulis luar, soalnya saya sendiri tentu tak akan minta bayaran.
Saya menulis juga supaya saya punya alasan untuk marah. Saya bisa bilang ke wartawan saya yang malas - malas menulis dan membaca - bahwa saya juga masih sempat menulis seminggu sekali.
Sejak perbincangan dengan Pak Dahlan itu, saya jadi lumayan percaya diri bahwa kolom mingguan saya itu ada juga nilainya. Selama ini, beberapa pembaca secara langsung atau lewat SMS juga sering berkomentar dan mengungkapkan kesukaannya. Dengan percaya diri itu pula, saya berani mengumpulkan sebagian kolom-kolom itu, dan menerbitkannya di buku ini - yang semoga akan diiringi jilid-jilid berikutnya.[]
Inilah daftar isi buku Kolom Kamisan
ETOS
Dari Kolong Tangga Kampus
Kekuatan Pikiran
Kaidah Lebah Terbang
Inspirasi dari Kennedy
The Hunter: Setelah 20 Tahun
Si Adik Besar
DEDIKASI
Bahasa Merepotkan Bangsa
Bersebati dengan Bumi, Berserah pada Sejarah
Mengambil Telur Tuhan
Semangat Rendra
Bersama CA, SDD, SCB dan GM
Gelman, Macarena, dan Cervantes
Puisi yang Ditakuti Perdana Menteri
Jangan ”Habisi” Sapardi
MILITANSI
Dari Adinegoro, Pulitzer, Rida, hingga Presiden SBY
Pelajaran dari Tempo
Dari "Preman" ke "Lampu Merah"
Farid Gaban Singgah di Batam
Penjahat New York dan Teori ”Jendela Pecah”
EMPATI
Bersama Gibran ke Batuaji
''Hapuskan Israel dari Muka Bumi!'' Kata Orang Yahudi
Thor & Mjolnir
Ganti Gigi
Waktu Menguasai Kita, Kita Mengatur Waktu
SIKAP
The Sense of Kepepet
Ha ha ha ha ha
Kéré ”Paman Tyo” Kêmplu
Tentang Tiga Orang