"RUPANYA mengutarakan amanat dan tema secara implisit memengaruhi juga pesona puisi," kata Drs. M.S. Hutagalung dalam buku "Memahami dan Menikmati Puisi" (Badan Penerbit Kristen; Jakarta; 1971).
Puisi yang hebat lahir dari serangkaian proses saat ia dituliskan. Sikap penyair terhadap dirinya sendiri dan pembacanya, juga menentukan puisi seperti apa yang akan ia hasilkan. Saya menyarikan uraian di buku itu menjadi tujuh butir sebagai berikut:
1. Penyair harus jujur kepada dunia, ia juga harus jujur kepada dirinya sendiri artinya hanya mengemukakan apa yang diketahuinya benar-benar dan apa yang diyakininya sungguh-sungguh.
2. Ciptaan yang agung selalu ditandai kepribadian, keorisinilan. Jadi tak mungkin kita temui suatu ciptaan yang berpribadi dari manusia yang tak berpribadi, yang tak mempunyai konsep-konsep tersendiri dalam kehidupan ini.
3. Tak mungkin kita menerima suatu pendapat atau konsep merupakan kebenaran yang eksistan bila penyairnya sendiri tidak yakin akan konsep-konsep yang dikemukakannya.
4. Kadar intelektualitas yang dikandung dalam sebuah karya sastra ikut juga menentukan nilai karya sastra itu.
5. Tentu saja kecekatan penyair dalam menjinakkan segala unsur-unsur ciptaannya memegang peranan yang menentukan.
6. Penyair harus dapat menjalin segala unsur-unsur itu dengan lenturnya hingga tercipta suatu kebulatan yang harmonis, wajar dan seimbang, baik berupa ia unsur lahiriah maupun batiniah.
7. Kerendahhatian penyair dalam menuliskan sajaknya atau mengemukakan amanatnya akan terasa simpatik bagi pembaca.
8. Sekalipun penyair ingin memberi suatu kebijakan kepada pembaca janganlah terasa bahwa ia hendak menggurui mereka. []