: Ikra
SEBELUM tidur, ia senantiasa meminta, "dongengkan puisi untukku."
        Kuturuti saja. Kubaca puisi favoritnya: Anakmu Bukanlah Anakmu.
LALU dia tertidur lelap sekali. Kulihat damai mimpinya jelas sekali.
        Damai yang tak pernah bisa kumasuki. Paling-paling aku hanya
        bisa menyalinnya ke dalam puisi. Yang kelak akan kubaca sendiri.
SETELAH tidur, ia lekas berkata, "Sabarlah, Ayah. Jangan terlalu
        percaya pada kata puisi itu. Saya tahu: Ayahku Tetaplah Ayahku."
LALU ia membawaku ke halaman. Mengajakku main hujan-hujanan.
        "Tenang, Ayah. Puisi yang kau tulis, diam-diam sudah kubaca dan
        kuhafalkan. Kata-katanya abadi: tak akan luntur oleh air hujan."